Tak Harus Jaksa-Polisi; Seleksi Calon Pimpinan KPK

Komisi III DPR diminta tidak memaksakan unsur polisi atau kejaksaan menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) meminta komisi yang membidangi hukum itu lebih mengedepankan integritas calon pimpinan periode mendatang. Dari delapan nama yang diajukan Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK, terdapat satu calon yang berlatar belakang polisi, yakni Aryanto Sutadi. Calon yang berlatar belakang jaksa adalah Zulkarnaen.

Mulai hari ini hingga 1 Desember nanti, Komisi III akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan capim KPK. Selain Aryanto dan Zulkarnaen, kandidat lain adalah Bambang Widjojanto, Yunus Husein, Abdullah Hehamahua, Handoyo Sudrajat, Abraham Samad, dan Adnan Pandu Pradja.

Menurut anggota KPP dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Choky Ramadhan, hasil rekam jejak pihaknya serta hasil tes wawancara pansel menemukan Aryanto memiliki catatan buruk. Aryanto mengakui sering menerima pemberian orang semasa masih aktif di kepolisian.

Dia menganggap pemberian itu hal yang wajar. Padahal, pemberian bagi seorang pejabat negara termasuk dalam gratifikasi.

Aryanto juga aktif berbisnis dan bekerja sambilan sebagai konsultan hukum di suatu perusahaan saat masih berdinas. ”Tidak salah jika pansel menempatkan Aryanto Sutadi sebagai calon pimpinan KPK yang memiliki integritas rendah,” jelas Choky dalam jumpa pers di kantor Transparency International (TI) Indonesia, Minggu (20/11).

Yura Pratama, anggota KPP dari Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan (LeIP) menambahkan, Zulkarnaen adalah jaksa yang diduga mempersulit proses hukum kasus Lapindo sehingga kasus tersebut dihentikan polisi. Selama ini Zulkarnaen sebagai jaksa digadang-gadang memiliki keahlian penuntutan yang baik sehingga dapat membantu KPK. Padahal dalam rekam jejak yang dilakukan KPP, dia tak memiliki kompetensi yang baik. Menurut Yura, hasil rekam jejak itu pun diamini oleh pansel.

”Pansel menempatkan Zulkarnaen di posisi ketujuh dari 10 capim lain dalam hal kompetensi. Dia bahkan kalah dari Egi Sutjiati, calon yang tidak lolos,” ungkap Yura. Diungkapkan Dwipoto Kusumo dari TI Indonesia, KPP menuntut DPR menolak memilih calon pimpinan KPK yang memiliki integritas buruk. Parlemen diminta tidak sesat pikir dengan berprinsip lembaga antikorupsi ini harus diisi oleh polisi dan jaksa.

Pikiran seperti itu bertentangan dengan undang-undang. Wakil rakyat harus memilih calon berdasarkan kriteria dan parameter terukur, bukan selera masing-masing partai.

”DPR jangan memaksakan calon yang tidak berintegritas. Buruknya integritas pimpinan akan menyeret KPK menjadi lembaga yang tidak kredibel,” tandas Dwi.

Paling Kaya

Berdasarkan data Direktorat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, Zulkarnaen yang paling kaya di antara lima calon pimpinan lain. Kekayaan Zulkarnaen pada 2009 tercatat Rp 1,55 miliar. Harta koordinator staf ahli jaksa agung itu melonjak dibandingkan dua tahun sebelumnya yang ”hanya” Rp 875,73 juta.

Aryanto di urutan kedua dengan kekayaan Rp 1,24 miliar pada 2001. Dia telah melaporkan kekayaan terbarunya pada 2011. Hasilnya belum diketahui karena masih diverifikasi.

Hanya lima dari delapan kandidat yang merupakan penyelenggara negara sehingga wajib melaporkan harta kekayaan. Tiga lainnya adalah Penasihat KPK Abdullah Hehamahua, mantan Ketua PPATK Yunus Husein, serta Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) KPK Handoyo.  KPK tak mengantongi laporan kekayaan tiga calon pimpinan lain yang bukan penyelenggara negara, yakni advokat Bambang Widjojanto, dosen FH UI Adnan Pandu, dan advokat Abraham.

Harta Yunus yang juga menjabat anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum tercatat Rp 679,9 juta dan 34.796 dolar AS pada 2005. Abdullah sudah empat kali melaporkan harta kekayaan. Kandidat pimpinan KPK dari unsur internal itu memiliki kekayaan Rp 120,3 juta pada 2001, Rp 70,72 juta (2005), Rp 373,4 juta (2007), dan Rp 460,52 juta (2009). Handoyo menempati posisi terbawah dalam rangking kekayaan calon pimpinan KPK. Dia memiliki kekayaan Rp 360,99 juta pada 2010, naik tipis dari 2006 sebanyak Rp 259,51 juta.

Dalam tes wawancara dengan pansel, beberapa waktu lalu, Aryanto dicecar mengenai perizinan tanah yang sekarang menjadi proyek Hambalang yang disebut-sebut proyek M Nazaruddin. Deputi V Badan Pertanahan Nasional ini bersumpah jika memang benar, maka dirinya, keluarga, dan keturunan tak akan selamat.

Jenderal purnawirawan bintang dua tersebut mengaku belum bekerja di BPN saat proyek Hambalang bergulir. Saat itu, pansel juga mengulik hasil rejam jejak yang dilakukan sejumlah pihak terkait 10 rekening yang dimiliki oleh istrinya.

Pansel juga mengorfirmasi kabar istri Aryanto memiliki deposit box. Aryanto menyatakan tak tahu hal itu. Dia hanya tahu sang istri memiliki satu rekening, adapun dirinya punya sembilan rekening. Dalam tahap fit and proper test, setiap kandidat diuji bergantian. Komisi III akan mengetes satu orang setiap hari.

Menurut Ketua Komisi III Benny K Harman, proses seleksi di DPR akan dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, anggota Komisi III memilih empat dari delapan nama yang diloloskan pansel.

Pada tahap kedua, pihaknya akan memilih satu nama untuk posisi ketua. Dalam tahapan ini Ketua KPK Busyro Muqoddas juga akan ikut menjalani penilaian. ”Tentu kita berharap yang terpilih adalah yang terbaik,” tutur Benny. (J13,J22,H28-65)
Sumber: Suara Merdeka, 21 November 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan