Tak Cukup Perjanjian Ekstradisi

Bambang Sutrisno adalah salah satu target buruan tim pemburu koruptor yang lari ke luar negeri. Bekas Wakil Komisaris Utama Bank Surya yang divonis penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu pergi ke Singapura untuk berobat. Dari Negeri Singa itu, dia sempat mengajukan banding.

Bandingnya ditolak pengadilan dengan alasan surat kuasanya tidak sah karena harus melalui kedutaan, kata pengacara Bambang, Salim Muhamad. Setelah itu tak ada kontak lagi dengan Bambang. Upaya banding terhenti karena Bambang tak berani membuat surat kuasa melalui Kedutaan Indonesia di Singapura. Dia takut masuk area Indonesia, takut ditangkap, kata Salim.

Dari saudaranya yang kebetulan bertandang ke Indonesia, Salim mendapat bisikan, buron seumur hidup itu sudah menjadi warga negara Singapura sejak dua-tiga bulan lalu. Saya tidak tahu kepastiannya, saudaranya cuma bilang begitu, katanya. Namun, masih menurut saudaranya itu, Bambang yang didakwa menyalahgunakan bantuan likuiditas Bank Indonesia sebesar Rp 1,5 triliun itu kini lebih sering berada di Cina.

Pengutang kakap lainnya yang tinggal di Singapura dan diperkirakan sudah menjadi warga negara Singapura adalah Agus Anwar. Mantan pemilik Bank Pelita dan Bank Istismarat ini punya utang US$ 47,3 juta kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Ini membuat pemerintah sulit mengambil kembali uang negara dari tangan Agus Anwar.

Kementerian Luar Negeri Singapura dalam pernyataan resminya, April 2004, mengatakan, status kewarganegaraan itu tidak menutup kesempatan bagi siapa pun untuk mengajukan gugatan terhadapnya di pengadilan Singapura. Mereka memberi contoh kemenangan Pertamina atas Kartika Thahir di Pengadilan Singapura pada 1994.

Selain Bambang dan Agus, pengutang lain yang tinggal di Singapura adalah Sjamsul Nursalim. Pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia dan Gajah Tunggal Group ini punya utang Rp 28,4 triliun kepada negara melalui BPPN. Karena dinilai tak kooperatif menyelesaikan utangnya, raja udang ini diperiksa Kejaksaan Agung.

Sjamsul kukuh mengatakan tak bersalah. Katanya, seluruh utangnya sudah dibayar lunas dengan aset yang ditempatkan di PT Tunas Sepadan Investama, termasuk PT Dipasena, yang belakangan nilainya hanya Rp 5,2 triliun, jauh dari klaim semula yang Rp 19,9 triliun. Sjamsul lari ke Singapura ketika disidik dan sempat ditahan sehari semasa Jaksa Agung Marzuki Darusman.

Sehabis menginap semalam di tahanan, dia minta izin berobat ke Jepang. Sjamsul memang betul dirawat di Kokura Memorial Hospital, Tokyo. Namun, belakangan Sjamsul diketahui berada di Singapura. Di masa pemerintahan Megawati, Sjamsul mendapat Surat Perintah Penangguhan Pemeriksaan (SP3). Akhir Desember, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh membereskan lima kasus korupsi kelas kakap. Salah satunya kasus dugaan korupsi Sjamsul Nursalim.

Kini, diperkirakan tak cuma mereka yang ada di Singapura. Sejumlah nama diduga ada di negeri itu, seperti Irawan Salim (kasus Bank Global) atau Sujiono Timan (kasus Bahana). Tampaknya, perjanjian ekstradisi saja tak cukup. Polisi dan Kejaksaan juga mesti serius memburu mereka. Sudah terbukti berkali-kali, para jurnalis lebih cekatan menemukan para buron itu.

Sumber: Majalah Tempo, No. 52/XXXIII/21 - 27 Feb 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan