Tahanan Korupsi Rawan Sebabkan Penyimpangan
Tahanan kasus korupsi dan narkoba rawan menyebabkan terjadinya penyimpangan di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan. Penyimpangan yang mereka lakukan mayoritas terkait fasilitas di sel tahanan.
Umumnya tahanan berusaha meminta beragam fasilitas di sel mereka sehingga suasana ruangan terasa nyaman seperti di rumah sendiri. Secara tidak langsung, tindakan yang demikian merusak sistem yang berjalan.
”Masalahnya, 90 persen penghuni rutan dan LP berasal dari golongan masyarakat miskin. Berbeda dengan tahanan kasus korupsi dan narkoba yang (sebagian besar) tergolong mampu,” kata Kepala Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Timur Sihabudin, Rabu (13/1), di Surabaya.
Sihabudin mengakui, pihaknya tidak melarang tahanan menambah fasilitas selama berada di rutan dan LP. Namun, tidak berarti mereka bebas memasukkan barang. ”Izin hanya diberikan untuk barang-barang tertentu, misalnya televisi yang bisa digunakan bersama dengan tahanan lain dan kasur. Tahanan kasus apa pun tidak diperbolehkan membawa telepon genggam selama berada di rutan atau LP,” ujarnya.
Untuk menghindari terjadi penyimpangan di rutan dan LP, menurut Sihabudin, Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur membentuk satuan tugas (satgas). Mereka siap turun ke rutan dan LP di wilayah Jawa Timur kapan pun bila terdapat indikasi penyimpangan.
”LP dan rutan merupakan miniatur masyarakat. Kalau narkoba masih beredar di masyarakat, bisa saja narkoba beredar di LP dan rutan,” kata Sihabudin.
Kelebihan penghuni
Persoalan klasik, rata-rata LP dan rutan kelebihan penghuni. Sebagai gambaran, Rutan Kelas I Surabaya yang dikenal sebagai Rutan Medaeng berkapasitas sekitar 500 penghuni. Namun, kini tempat itu dihuni lebih dari 1.600 orang. ”Selama jumlah penghuni masih berlebih, layanan bagi penghuni tidak bisa memadai,” tutur Sihabudin.
Kondisi tersebut tidak terelakkan. Padahal, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan. ”Narapidana tetap memiliki hak sebagai manusia. Pada prinsipnya, penghuni rutan dan LP hanya dibatasi ruang geraknya,” ujar Sihabudin.
Dalam inspeksi yang dilakukan dua hari di Rutan Gresik, Medaeng, dan Lamongan, serta LP Sidoarjo, pihak Kementerian Hukum dan HAM tidak menemukan fasilitas mewah seperti yang ditemukan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Menanggapi informasi ada petugas yang menyewakan telepon seluler, Sihabudin mengatakan, ia belum pernah menemukan langsung. Jika hal itu benar terjadi, katanya, kemungkinan besar melibatkan oknum petugas dan tahanan pendamping. ”Kami akan mengoptimalkan pengawasan,” katanya. (BEE)
Sumber: Kompas, 14 Januari 2010