Tahanan Kasus Korupsi APBD NTB Meningga

Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) menangguhkan delapan dari sembilan mantan anggota DPRD NTB, tersangka kasus korupsi dana APBD 2001 dan 2002 senilai Rp 24,2 miliar. Penangguhan penahanan diputuskan sesaat setelah rapat Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) di kantor Kejaksaan Tinggi NTB.

Demi kepentingan yang lebih besar, hari ini saya tangguhkan penahanan (para tersangka), ujar Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Ahmad Zainal Arifin dalam konferensi pers di kantor Kejaksaan Tinggi NTB di Mataram, Kamis (31/3) siang. Para tersangka korupsi dana APBD yang ditangguhkan penahanannya, di antaranya Lalu Kushardiangrat, Lalu Kumala, Mahdan, Abdul Hafid, Abu Bakar Muhdi (Partai Golkar), Lalu Mustakim (Partai Daulat Rakyat), I Gusti Komang Padang (PDIP), dan Anwar M.Z. dari PPP.

Adapun tersangka Lalu Artawa, 65 tahun, kemarin sekitar pukul 09.35 Wita meninggal di Rumah Sakit Angkatan Darat, Mataram. Komandan Kesehatan RSAD Mataram Letkol Priyono menyatakan, untuk sementara Artawa meninggal karena penyakit asma yang mendadak kambuh. Korban sudah diambil sidik jarinya oleh pihak Polres Mataram di RSAD Mataram. Jenazah korban sekitar pukul 10.30 WIB dibawa ke kota Praya, Kabupaten Lombok Tengah.

Menurut Kepala LP Mataram, Jauhar Fardin, Artawa sempat mendapat pertolongan pertama, tapi kemudian dilarikan ke RSAD. Penasihat hukum korban, Mohtar M. Saleh, untuk sementara belum berpikiran untuk mempraperadilkan kejaksaan. Masih menunggu konsultasi dengan pihak keluarga.

Sebelum penangguhan penahanan itu diumumkan, para anggota Muspida menggelar rapat tertutup dipimpin Sekretaris Daerah NTB Nanang Samodra, dihadiri Kepala Polda NTB Brigadir Jenderal Mohammad Tosin, Komandan Korem 162/Wira Bhakti Kolonel C.H.Z. Soeparto, Ketua DPRD NTB Suhaili, dan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Mataram Jauhar Fardin. Kabarnya mereka membahas situasi terakhir NTB setelah Lalu Artawa meninggal.

Setelah Artawa meninggal, beredar rumor akan ada demonstrasi besar-besaran ke Kejaksaan Tinggi NTB. Di tengah situasi itu muncul ide untuk digelar rapat Muspida di Kejati NTB. Rumor itu bukan tak beralasan. Senin (28/3) ratusan orang unjuk rasa dan merusak kantor Kejati. Sehingga, Kematian (Artawa) bisa digunakan sebagai alat untuk mengeksploitasi yang paling ampuh, ujar Zainal.

Namun, ditangguhkannya penahanan delapan mantan anggota NTB periode 1999-2004 itu, kata Zainal, bukan karena ancaman unjuk rasa. Baginya unjuk rasa yang berakhir dengan perusakan tidak membuatnya ciut nyali. Catat, penangguhan ini bukan karena aksi demo kemarin. Tapi, karena lebih melihat situasi di NTB yang lebih besar ke depan, katanya.

Zainal mengaku telah menerima permohonan penangguhan tahanan dari penasihat hukum sembilan tersangka, Senin (28/3). Namun, permohonan yang dilampiri tanda tangan Gubernur NTB Lalu Serinata itu ditolaknya. Beberapa waktu lalu saya menyatakan belum memikirkan akan menangguhkan tahanan. Ingat kan, Saudara-saudara, ujarnya kepada pers.

Uniknya, sebelum Kejati NTB resmi mengumumkan penangguhan, para pejabat Muspida NTB sempat menggelar pertemuan tertutup dengan delapan tersangka mantan anggota DPRD NTB itu. Pertemuan digelar di aula Kejati NTB. Para tahanan itu dikirim dari LP Mataram untuk kemudian dibawa ke kantor Kejati NTB.

Sementara itu, Kepala Polda NTB Mohammad Tosin berpesan kepada delapan anggota Dewan yang ditangguhkan itu agar tidak melakukan provokasi massa. Apalagi mereka sekarang berada di luar tahanan. Saya ingatkan kepada mereka agar jangan memprovokasi, kata Tosin.

Tosin juga menjamin keamanan Mataram sehubungan dengan menguatnya rumor akan adanya unjuk rasa besar-besaran. Untuk itu, Tosin meminta bantuan Mabes Polri di Jakarta. Permintaan bantuan dari Polda Bali dan Polda Jawa Timur belum dipenuhi karena alasan terbatasnya personel. Kami sudah kontak dengan Mabes Polri langsung untuk meminta bantuan, ujarnya.

Sejak terjadi penyerangan kantor Kejati, pengamanan gedung Kejati NTB diperketat. Ketika mobil tahanan membawa delapan tersangka dari LP Mataram ke kantor Kejati, tampak satu truk berisi sekitar 50 anggota polisi berjaga di pintu masuk. Kumala, salah seorang dari mereka, bersyukur bisa mendapat penangguhan. Ya, saya bersyukur, katanya singkat. Dia menolak berkomentar tentang kasus korupsi yang membelitnya. Ah, nanti saja. sujatmiko

Sumber: Koran Tempo, 1 April 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan