Tabrani Masuk Daftar Buron; Baru Diusulkan, Eksekusi Sudah Molor 5 Bulan
Jika ada koruptor yang vonisnya sudah berkekuatan hukum tetap, tetapi tak juga dieksekusi oleh kejaksaan hingga molor sampai lima bulan, itulah Tabrani Ismail. Kemarin mantan direktur pengolahan Pertamina yang diputus enam tahun penjara itu baru diusulkan masuk DPO (daftar pencarian orang) setelah dianggap tak kooperatif.
Sudah diajukan ke Kejati DKI. Saya kira sekarang masih diproses, kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) I Wayan Pasek Suartha di kantornya kemarin.
Eksekusi Tabrani memang molor. Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan putusan kasasi pada 26 April 2006. Pada 15 September 2006, eksekutor dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat (Jakpus) mendatangi rumah Tabrani di kawasan Setiabudi, Jakpus, untuk melaksanakan putusan tersebut. Tapi, Tabrani tidak berada di rumah. Sejumlah kerabatnya menyatakan, Tabrani sedang sakit dan menjalani perawatan di Bandung. John Waliry, pengacara Tabrani, saat itu menegaskan, kliennya tidak bisa dieksekusi sebelum menerima salinan putusan. Tabrani pun gagal dijebloskan ke Lapas Cipinang.
Menurut Pasek, pengusulan DPO untuk Tabrani dilakukan secara berjenjang. Kejari Jakpus mengusulkan ke Kejagung melalui Kejati DKI. Mekanismenya seperti itu, jelas Pasek. Jika telah disetujui, usul DPO akan ditandatangani jaksa agung.
Pasek menjamin, belum definitifnya pejabat Kejati DKI pasca pencopotan Rusdi Taher tidak akan mengganggu proses usul DPO Tabrani. Pembahasannya dapat diproses Wakajati Agus Zebua sebagai Plh Kajati DKI atau Aspidsus Kejati DKI Iskamto.
Ditanya seberapa keras usaha anak buahnya dalam mencari Tabrani, Pasek menjawab, tim eksekutor sudah maksimal melakukannya. Saya kontak dengan Kajari (Kajari Jakpus Bambang Rukmono), belum ada perkembangan (pencariannya). Dicari, itu jelas. Itu bagian dari tanggung jawab Kejari Jakpus sebagai eksekutor, beber mantan Kajati Bali itu. Upaya pencarian tidak hanya dilakukan di Jakarta, tetapi hingga ke sejumlah kota di Indonesia.
Iskamto, Aspidsus Kejati DKI, menolak berkomentar soal perkembangan proses usul DPO Tabrani. Dia berdalih berkasnya belum sampai ke mejanya. Saya nggak tahu kalau masih di meja pimpinan, ujar Iskamto saat dihubungi Jawa Pos kemarin.
Salah seorang jaksa eksekutor yang menolak disebut namanya mengatakan, usul DPO Tabrani murni dari Kajari Jakpus Bambang Rukmono. Saya hanya anak buahnya. Hanya ditugasi mencari dan mengeksekusi Tabrani, jelasnya. Yang pasti, lanjut jaksa tersebut, upaya mencari Tabrani sudah maksimal, tetapi hasilnya nihil.
Rifran Tabrani, anak Tabrani, hingga tadi malam belum dapat dihubungi. Ponselnya tidak diangkat. SMS yang dikirim tidak dijawab. Pengacara John Waliry juga belum bisa dihubungi.
Pada putusan kasasi, MA menghukum Tabrani enam tahun penjara. Majelis beranggota Bagir Manan (ketua), Djoko Sarwoko, dan Moegihardjo menyatakan Tabrani terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara USD 189,58 juta dalam proyek Export Oriented (Exor) I Balongan.
Selain itu, Tabrani diharuskan membayar denda Rp 30 juta subsider tiga bulan kurungan serta membayar ganti kerugian negara USD 189,58 juta.
MA menilai Tabrani terbukti merugikan keuangan negara USD 189,58 juta, setelah uang untuk melaksanakan proyek Exor I Balongan adalah pinjaman yang harus dibayar oleh negara.
Dana proyek Balongan berasal dari Java Investment Company, sebuah perusahaan patungan beberapa perusahaan dagang di Jepang. MA menilai, meski bukan dana APBN, dana pinjaman tersebut harus dibayar oleh negara. Kesalahan Tabrani terletak pada penyalahgunaan kewenangan untuk menentukan nilai proyek Exor I Pertamina di Balongan.
Pada putusan PN Jakpus, Tabrani dibebaskan karena tidak terbukti melakukan korupsi. Padahal, saat itu JPU menuntut 12 tahun penjara untuk Tabrani. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 29 September 2006