Syamsul Perintahkan Pencairan Dana

Kepala Pemegang Kas Kabupaten Langkat Buyung Ritonga mengakui diperintahkan mengucurkan dana kas daerah Kabupaten Langkat oleh Syamsul Arifin saat menjabat Bupati Langkat. Itu dikatakan Buyung, saat bersaksi dalam persidangan terdakwa Gubernur Sumatera Utara (nonaktif) itu dalam dugaan korupsi penggunaan dana kas daerah Kabupaten Langkat 2000-2007, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (28/3).

Buyung menjelaskan, sejumlah pencairan dana kas waktu itu hanya ditandatangani dirinya dan Syamsul karena pejabat lain yang berwenang keberatan dengan pencairan dana itu. Buyung melaporkan keberatan beberapa pejabat tersebut kepada Syamsul Arifin, tetapi tetap diperintahkan untuk melanjutkannya.

”Ya sudah, kamu selesaikanlah itu,” kata Buyung menirukan ucapan Syamsul Arifin. Buyung yang juga menjadi tersangka menambahkan, prosedur pencairan semestinya ditandatangani bupati, wakil bupati, sekretaris daerah, bendahara daerah, dan kepala bagian keuangan.

Syamsul membantah keterangan saksi. ”Banyak juga yang uang saya,” kata Syamsul menanggapi kesaksian Buyung yang menyatakan tetap bertahan pada keterangan yang diberikannya.

Syamsul didakwa melakukan tindak pidana korupsi, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3.

Dalam dakwaan, Syamsul diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Buyung Ritonga, Surya Djahisa (Kepala Bagian Keuangan), Aswan Sufri (Pelaksana Tugas Kepala Bagian Keuangan), dan Taufik. Atas perbuatan itu, negara dirugikan sekitar Rp 98,7 miliar.

Terdakwa disebut telah memerintahkan pengeluaran kas Kabupaten Langkat selama 2000-2007 yang tidak dianggarkan dalam APBD dan APBD-P untuk kepentingan pribadi dan keluarganya serta pihak lain. Uang itu diduga dialirkan kepada sejumlah anggota keluarganya, seperti Fatimah Habibi (istri terdakwa), Aisia Samira dan Beby Arbiana (anak terdakwa), Syah Afandin/Ondim dan Lela Wongso atau Ilel (adik terdakwa), serta Noor Jihan (keponakan terdakwa). Uang juga dialirkan kepada anggota DPRD Langkat, Muspida, Badan Pemeriksa Keuangan, organisasi kepemudaan, wartawan, dan sejumlah pihak lain.

Untuk mewujudkan keinginannya, Syamsul meminta Buyung Ritonga menggunakan uang kas daerah yang ada di brankas atau mencairkan uang dari rekening kas daerah dengan menggunakan cek yang ditandatangani terdakwa dan Buyung tanpa mekanisme yang semestinya. Pengeluaran kas daerah itu dicatat dalam buku agenda pribadi Buyung, bukan pada Buku Kas Umum.

Pada tahun 2000, misalnya, dikeluarkan bertahap hingga sekitar Rp 3,2 miliar. Sebesar Rp 1,7 miliar untuk keperluan pribadi dan keluarga, sisanya diberikan ke pihak lain. Tahun 2001 dikeluarkan bertahap Rp 7,7 miliar, sekitar Rp 2,8 miliar untuk pribadi dan keluarganya, selebihnya untuk sejumlah pihak.

KPK menahan Syamsul Arifin sejak 22 Oktober 2010 di Rutan Salemba, Jakarta. (RAY)
Sumber: Kompas, 29 Maret 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan