Syahril Sabirin dan Joko Tjandra Divonis 2 Tahun Penjara

Giliran Syahril akan mengajukan peninjauan kembali.

Mahkamah Agung kemarin mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan Kejaksaan Agung dalam kasus cessie Bank Bali. Perkara tersebut terdiri atas dua kasus dengan terdakwa pemilik Era Giat Prima, Joko Soegiarto Tjandra, dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin.

"Majelis menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun penjara," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Nurhadi kepada wartawan di kantornya kemarin.

Majelis hakim juga memutuskan uang senilai Rp 546,46 miliar, yang terdapat dalam rekening bersama Bank Bali dan PT Era Giat Prima bernomor 0999045197, harus dikembalikan kepada negara. "Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama dan berturut-turut," kata Nurhadi.

Selain itu, kata Nurhadi, kedua terdakwa diminta membayar denda senilai Rp 15 juta. Syahril juga harus mengembalikan uang Rp 28,7 juta yang ada di Bank BNI. Majelis hakim yang diketuai Djoko Sarwoko menyatakan keduanya terbukti melanggar Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kasus ini bermula dari gagalnya pemilik Bank Bali, Rudy Ramli, mendapatkan klaim tagihan antarbank kepada Bank Umum Nasional (BUN) dan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Rudy kemudian mengalihkan hak tagih tersebut kepada Era Giat Prima milik Joko S. Tjandra. Begitu hak tagih berpindah, duit tersebut cair pada Juni 1999 sebesar Rp 904 miliar. Separuhnya (Rp 546,5 miliar) menjadi hak Era Giat.

Dalam kasus ini Joko semula dituntut hukuman penjara 1 tahun 6 bulan, namun dinyatakan bebas oleh pengadilan tingkat pertama. Vonis tersebut dikuatkan MA yang menolak kasasi Kejaksaan Agung pada Juni 2001. Adapun Syahril Sabirin dituntut 4 tahun penjara dan divonis penjara 3 tahun oleh pengadilan tingkat pertama. Namun kemudian ia dibebaskan oleh pengadilan tinggi, dan dikuatkan dalam tingkat kasasi pada September 2004.

Tidak puas terhadap putusan tersebut, pada September 2008 Kejaksaan Agung mengajukan permohonan peninjauan kembali. "Pengadilan telah membuat kekeliruan dalam memutus perkara," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy, kala itu.

Kini, setelah vonis peninjauan kembali diketuk, Kejaksaan Agung menyambut gembira. “Ketua majelisnya (Djoko Sarwoko) punya komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi,” kata Marwan lewat pesan singkat kemarin.

Hingga berita ini ditulis, Joko Tjandra belum bisa dimintai konfirmasi. Sedangkan Syahril Sabirin mengaku kaget atas putusan MA tersebut. Menurut dia, kasus ini sudah selesai sekian tahun yang lalu. Apalagi, saat itu, pengadilan tinggi dan MA menyatakan dia bebas murni. “Saya juga heran dengan keputusan ini,” kata Syahril kepada Tempo.

Menurut Syahril, dalam peraturan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi dinyatakan bahwa peninjauan ulang adalah hak terpidana, bukan jaksa. "Mau dibawa ke mana hukum di negeri ini?" kata Syahril.

Ia segera akan berunding dengan tim pengacaranya untuk melihat kemungkinan mengajukan peninjauan kembali. “Sebab, cara itu yang selama ini belum saya tempuh.” FAMEGA S | ANTON S | TITIS S | DWI WIYANA

Sumber: Koran Tempo, 11 Juni 2009

{mospagebreak title=Syahril Sabirin dan Djoko Tjandra Siap Dieksekusi} 

Syahril Sabirin dan Djoko Tjandra Siap Dieksekusi
by : Abdul Razak

KEJAKSAAN Agung (Kejagung) siap mengeksekusi Djoko S Tjandra, pemilik PT Era Giat Prima (EGP), dan Syahril Sabirin, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan kejaksaan.

"Kami belum terima salinan putusan, baru dengar dari teman-teman wartawan. Kalau sudah keluar putusannya, kami akan menuntaskan perkara. Kami akan mengeksekusi sesuai amar putusan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Jasman Panjaitan di Jakarta, Kamis (11/6).

MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan Kejagung terkait cessie (penjualan hak tagih) Bank Bali Rp546 miliar atau lebih dikenal perkara BLBI III, dengan terdakwa Djoko Tjandra. Dalam putusan PK MA, Djoko dan Syahril Sabirin divonis hukuman penjara dua tahun dan denda Rp15 juta subsider tiga bulan kurungan, karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Menurut Jasman, putusan tersebut sudah tepat dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dia menerangkan, Kejaksaan mengajukan PK tersebut karena adanya pertentangan pertimbangan hakim. Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya, memenangkan Djoko dan Syahril serta menyatakan tidak mengakibatkan kerugian negara. Namun, Pande Lubis, mantan Wakil Ketua BPPN yang terlibat dalam kasus ini justru dinyatakan bersalah dan dihukum empat tahun.

"Ada yang dihukum dan ada yang tidak," kata Jasman yang juga bertindak sebagai salah satu jaksa penyusun PK dalam perkara ini.

Pertimbangan lainnya, karena barang bukti sebesar Rp546 miliar tersebut bukanlah dana talangan. "Pemerintah tidak seharusnya menjamin atau membayarkan hak tagih tersebut," kata dia. Saat ini, sebut Jasman, uang tersebut masih tersimpan di rekening penampung. 

Sumber: Jurnal Nasional, 11 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan