Sutiyoso Siap Diperiksa KPK
Triliunan rupiah diindikasikan mengalir ke para pejabat daerah.
Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyatakan siap bila Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa dirinya dalam kasus dugaan penyelewengan upah pungut pajak di Provinsi DKI Jakarta.
Kepada wartawan di Bang Yos Center, Jakarta, Sutiyoso mengatakan, jika KPK meminta keterangan, itu akan menjadi kesempatan bagi dirinya untuk menjelaskan persoalan ini.
Menurut Sutiyoso, praktek bagi-bagi upah pungut berlaku sejak 1979 di seluruh Indonesia. Hal itu mengacu kepada peraturan pemerintah, keputusan Menteri Dalam Negeri, dan peraturan gubernur. "Instansi yang mendapat upah pungut, selain pemda, juga kepolisian, Departemen Dalam Negeri, Pertamina, dan PLN," tulis Sutiyoso dalam pesan singkat yang diterima Tempo.
Syarwan Hamid, Ketua Tim Sukses Sutiyoso dalam pencalonan presiden, mengatakan Sutiyoso tak melanggar aturan apa pun. Alasannya, bagi-bagi upah pungut pajak di DKI Jakarta mengacu pada sejumlah peraturan resmi.
Menurut Syarwan, Sutiyoso malah pernah meminta upah pungut untuk aparat diturunkan dari 5 persen menjadi 3,5 persen. "Namun, sampai kini Bang Yos belum dikirimi surat (jawaban)," katanya.
Kasus bagi-bagi upah pungut di Provinsi DKI Jakarta mencuat awal pekan lalu ketika KPK memeriksa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Ade Sura Priatna.
Meski upah pungut telah dilegalkan, menurut KPK, di DKI Jakarta diduga terjadi penyelewengan sekitar Rp 1,25 triliun dalam pengelolaannya. Sebagian dari penyelewengan itu diduga terjadi pada zaman Sutiyoso memimpin Jakarta.
Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin kemarin mengatakan upah pungut mengalir ke semua jajaran musyawarah pimpinan daerah di seluruh Indonesia. "Jumlahnya triliunan rupiah," ujarnya di Samarinda.
Menurut Jasin, upah pungut diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2002. Aturan mainnya, petugas pemungut pajak memang berhak menerima 5 persen dari jumlah pajak yang dikumpulkan. "Aturan ini ingin memberi apresiasi kepada pemungut pajak untuk bekerja maksimal," kata Jasin.
Tapi, kenyataannya, menurut Jasin, petugas pemungut pajak lapangan hanya menerima sekitar 30 persen upah pungut. Sisanya, sekitar 70 persen, malah mengalir ke kantong para pejabat. "Itu melanggar esensi aturan yang sebenarnya," ujarnya.
Di Jakarta, Wakil Ketua KPK Haryono Umar kembali mendesak Departemen Dalam Negeri mencabut keputusan menteri yang menjadi dasar bagi-bagi upah pungut. "Kami minta aturan itu dicabut sejak Desember. Departemen Dalam Negeri menyatakan bersedia mencabutnya mulai Januari," kata Haryono.
Ia pun mendesak menteri dan pemimpin instansi pemerintah lainnya mencabut peraturan sejenis. Dia mencontohkan, peraturan yang mengatur penggunaan Dana Abadi Umat oleh Menteri Agama termasuk peraturan yang harus dicabut. "Jika tidak dicabut, (pejabat) seperti membuat peraturan untuk keuntungan sendiri," kata Haryono. Purwanto | Cheta N | Sukma | Firman H
Sumber: Koran Tempo, 23 Januari 2009