Sussongko Diancam Hukuman Lima Tahun; KPK periksa safety box milik Nazaruddin Sjamsuddin
Sussongko Suhardjo, Pelaksana Harian Sekretaris Jenderal KPU, didakwa telah melakukan penyuapan terhadap pegawai negeri sipil dengan maksud tertentu. Dia terancam hukuman lima tahun penjara.
Muhibuddin, jaksa penuntut umum, menyatakan, terdakwa bersama-sama Mulyana W. Kusumah, anggota KPU, telah memberikan uang senilai hampir Rp 300 juta kepada pegawai BPK Khairiansyah Salman. Uang itu dimaksudkan agar laporan hasil audit investigasi terhadap pengadaan kotak suara Pemilu 2004 bersih dari hal-hal yang mengarah pada tuduhan KKN, katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.
Menurut Muhibuddin, uang suap itu diberikan dua kali dalam bentuk tunai dan traveler check. Pertama, Rp 150 juta pada 3 April lalu di kamar 709 Hotel Ibis, Slipi, Jakarta. Kedua, sisanya dalam bentuk empat lembar cek pecahan Rp 25 juta pada 8 April lalu di kamar 609 di hotel yang sama. Uang itu diberikan langsung oleh Mulyana, yang kemudian tertangkap tangan pada saat kejadian.
Sussongko mengaku tidak mengerti dakwaan jaksa. Sebagian fakta tidak tepat, ujarnya. Dalam tanggapan atas dakwaan jaksa, ia mengatakan tidak memiliki kepentingan atas hasil audit investigasi BPK itu.
Terkait dengan kasus di lembaga pemilihan umum, kemarin Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin dan Kepala Biro Umum KPU Bambang Budiarto. KPK sudah menetapkan Bambang sebagai tersangka korupsi pengadaan buku petunjuk Pemilu 2004.
Nazaruddin datang ke kantor KPK pukul 12.15 WIB dijemput tim penyidik KPK dari rutan Polda. Tampak mendampingi Nazaruddin, pengacaranya, Hironimus Dani. Tiga jam kemudian, Nazaruddin keluar dari ruang pemeriksaan. Kepada wartawan dia mengaku diperiksa terkait dengan dana asuransi di KPU. Fokusnya lebih diarahkan ke sana, katanya. Nazar mengaku, dia keluar untuk mengambil sejumlah dokumen terkait dengan asuransi dan akan kembali meneruskan pemeriksaan di KPK.
Pukul 21.00, Nazaruddin selesai diperiksa KPK. Kepada wartawan dia mengaku, pukul 15.00 dibawa penyidik KPK ke Bank Mandiri di Wisma Baja, Jakarta. Di bank ini dia membuka safety box di depan penyidik. Setelah dibuka, kata dia, cuma ada ijazah mulai tingkat sarjana strata satu sampai doktor dan beberapa perhiasan istrinya. Dia tidak bersedia menyebut jumlahnya. Namun, Hironimus Doni menjelaskan, perhiasan itu cuma gelang dan giwang yang jumlahnya tidak banyak. Safety box itu untuk pengamanan saja, katanya.
Menurut Nazaruddin, secara khusus memang tidak ada rapat pleno KPU yang membahas soal asuransi. Namun, hal itu, kata dia, sudah disinggung saat rapat pleno KPU yang membahas revisi anggaran 2004. Dia membantah pernyataan Hamdani sehari sebelumnya bahwa dirinya menerima US$ 45 ribu dari PT Kertas Leces. Saya tidak pernah menerima dan menjanjikan apa-apa terhadap rekanan, katanya. Menurut dia, kalau misalnya ada pihak KPU yang menerima, itu berarti bukan dirinya. EDY CAN | ANTON APRIANTO
Sumber: Koran Tempo, 23 Juni 2005