Susno Duadji Kembali Bantah Merekayasa Kriminalisasi Dua Pimpinan KPK

KEPALA Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri (Kabareskrim) nonaktif Komjen Pol Susno Duadji membantah merekayasa kriminalisasi dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah.

Mantan Kapolda Jawa Barat tersebut menegaskan, Polri menyelidiki kasus itu semata-mata karena hasil pengembangan penyidik terhadap testimoni mantan Ketua KPK Antasari Azhar.

''Penyidikan dua pimpinan KPK bukan sama sekali didasarkan testimoni, bukan didasarkan dendam, bukan juga atas dasar sentimen, niat menggembosi (KPK), dan lain-lain,'' ujar Susno setelah memberi keterangan kepada Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atau Tim 8 di Kantor Dewan Pertimbangan Presiden, Jalan Veteran, Jakarta, tadi malam (6/11).

Dia datang lewat pintu belakang kantor Wantimpres menumpang Audi silver B 1479 BZ. Susno yang berbaju putih dan bercelana cokelat muda itu datang didampingi sejumlah penyidik Polri.

Ketua Tim 8 Adnan Buyung Nasution yang menyambut kedatangannya memberi pujian karena Susno mengundurkan diri dari jabatannya hingga kasus Bibit dan Chandra berkekuatan hukum tetap.

''Meskipun Bapak merasa menjadi korban, kami memberi penghargaan karena mengundurkan diri. Bapak memulai tradisi baru,'' kata Buyung.

Susno menuturkan, penyidikan tersebut berawal dari laporan Antasari Azhar kepada Polda Metro Jaya. Antasari bahkan sudah dimintai keterangan sebagai saksi oleh Polda Metro Jaya. Karena mendapat perhatian publik, kasus itu akhirnya diambil alih Direktorat III Bareskrim Polri.

Dalam kesaksian di depan Tim 8, Susno juga membantah memiliki hubungan khusus dengan Anggodo Widjojo dan Anggoro Widjaja. Dia menegaskan, hubungannya dengan Anggodo sebatas hubungan antara polisi dengan masyarakat yang melapor. ''Saya polisi, dia (Anggodo) melaporkan masalah. Wajib hukumnya diterima. Wajib hukumnya ditindaklanjuti laporannya,'' ujarnya.

Sementara itu, dia menegaskan, hubungannya dengan Anggoro hanya hubungan antara saksi sebuah kasus dan penyidik yang memeriksa sebuah kasus hukum. Karena Anggoro ketika itu sudah lari ke Singapura, Susno dan beberapa penyidik Polri berangkat ke Singapura untuk memeriksa di sana.

Menurut Susno, awalnya dirinya ingin mengirim anak buahnya ke Singapura untuk menyidik Anggoro. Pemeriksaan akan dilakukan di Kedutaan Besar RI. Tapi, Anggoro menolak karena takut ditangkap. Meski sudah dijelaskan tidak mungkin polisi menangkap karena tidak memiliki kewenangan penangkapan di Singapura, Anggoro masih tidak percaya. ''Dia minta saya yang datang,'' ujar Susno.

Karena tahu KPK sudah menetapkan Anggoro sebagai tersangka, Susno mengaku sudah memberitahukan rencana pemeriksaan Anggoro di Singapura kepada salah seorang pimpinan KPK yang tidak dia sebutkan namanya. ''Apakah pemeriksaan itu saya beri tahukan kepada orang KPK? Ya, orang KPK saya beri tahu,'' tegasnya.

Susno menyatakan, tidak ada larangan bagi penyidik Polri untuk menemui Anggoro yang berstatus saksi, meski di KPK Anggoro sudah berstatus tersangka. ''Aturan kami (Polri) berbeda dari Undang-Undang KPK,'' kelitnya.

Dia juga mengklarifikasi dugaan keterlibatannya dalam kasus Century. Dia menegaskan tidak pernah ada pemeriksaan keterlibatan dirinya dalam kasus Century. Namun, dirinya sudah divonis merekayasa kasus hukum terhadap Bibit dan Chandra untuk menutupi kasus Century. ''Saya sih menganggapnya risiko jabatan. Saya kuat. Tapi, risiko yang paling fatal kepada keluarga saya,'' ungkapnya.

Menanggapi keterangan Susno, anggota Tim 8 Anies Baswedan menilai ada sejumlah kejanggalan. Susno dinilai memberikan keterangan yang inkonsisten. Rektor Universitas Paramadina tersebut mencontohkan, Anggodo mengaku memberikan uang kepada Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja melalui Ari Muladi.

Namun, Susno tidak mampu menjelaskan mengapa justru Bibit dan Chandra yang dijadikan tersangka. Ade yang ditengarai berkomunikasi dengan Ari Muladi hingga kini justru masih bertugas di KPK.

Anies juga mempertanyakan status Ari yang menjadi tersangka kasus penggelapan uang Anggoro sekaligus menjadi saksi kasus pemerasan. ''Bagaimana bisa ada orang dijadikan saksi sekaligus tersangka dalam waktu bersamaan. Bagaimana Anda bisa bersaksi dengan jujur bila Anda menjadi tersangka?'' ujarnya.

Ketua Tim 8 Adnan Buyung Nasution juga mengaku melihat kejanggalan dalam kasus tersebut. Dalam dokumen 15 Juli, Ari Muladi mencabut keterangannya dan mengaku tidak pernah menyerahkan uang kepada pimpinan KPK. Namun, dia justru dijadikan tersangka kasus penipuan dan penggelapan.

''Dia ditetapkan sebagai saksi dan diancam sebagai tersangka kalau mencabut keterangan,'' tegas Buyung. Pengacara senior itu menilai hak asasi Ari dirampas karena dijadikan tersangka karena tetap mencabut keterangan pertama.

Berdasar keterangan Susno, polisi memegang kesaksian Ari yang pertama karena sudah dikonfirmasi dengan tes pendeteksi kebohongan. ''Dalam keterangannya yang diubah, Ari mengaku menyerahkan uang ke Yulianto. Tapi, sampai detik ini tidak ketemu, siapa Yulianto ini? Fiktif ada atau menghilangkan diri atau dihilangkan?'' ujarnya. (noe/iro)

Sumber: Jawa  Pos, 7 November 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan