Survei TII : Tertinggi, Suap di Polisi dan Bea Cukai

Tingkat kecenderungan terjadinya suap maupun korupsi di instansi publik seluruh Indonesia masih tergolong tinggi. Hasil penelitian tentang indeks suap yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII) terhadap 15 layanan publik di Indonesia memperlihatkan hal itu. ''Hampir semua instansi masih banyak terjadi suap maupun korupsi,'' kata Communication Officer TII Dwipoto Kusumo saat berkunjung ke redaksi Jawa Pos tadi malam.

Menurut Dwipoto, hasil dari penelitian ini akan dipersentasikan dalam seminar Indeks Persepsi Korupsi dan Indeks Suap di Hotel Shangri-La, Surabaya, hari ini.

''Lewat seminar ini, kami ingin mengajak seluruh elemen di instansi layanan publik untuk bisa memperbaiki layanannya tanpa diselingi praktik-praktik suap dan korupsi,'' kata Dwipoto yang didampingi Direktur LBH Surabaya Saiful Aris.

Dikemukaan, dari temuan penelitian TII yang dilakukan di 15 instansi publik yang paling mendapat sorotan adalah pengadilan negeri. Dari penelitian TII itu, instansi yang paling tinggi indeks suapnya adalah polisi dengan angka 48 persen. Disusul Bea Cukai (41 persen) dan layanan imigrasi (34 persen).

Hanya, kata Dwipoto, jika dihitung nominal, rata-rata jumlah uang yang paling banyak dibayarkan untuk keperluan suap terjadi di instnasi pengadilan. Dari hasil penelitian itu, rata-rata nominal uang tiap transaksi mencapai Rp 102 juta. Bandingkan dengan Polri yang hanya Rp 2,2 juta per transksi atau bea cukai yang hanya Rp 3,2 juta.

Indeks persepsi korupsi (IPK) di sebagian besar kota Indonesia juga masih tergolong tinggi. Jika dirata-rata, indeks itu berkisar 2,97 hingga 6,3 (dengan angka maksimal 10). ''Jika IPK mencapai 10, kota itu benar-benar bersih dari korupsi. Tapi, dari penelitian kami di 50 kota, tidak ada yang mencapai angka itu," katanya.

Karena itu, melalui seminar hari ini, TII mengharapkan masing-maisng instansi memiliki komitmen untuk memperbaiki kualitas layanan. Mereka juga mendorong agar tiap instansi untuk membuat sebuah Pakta Integritas. Pakta itu terdiri atas sembilan prinsip dasar penting.

''Di antaranya, komitmen antikorupsi (baik instanis pemerintah maupun swasta), mekanisme pengaduan, mekanisme pengawasan, resolusi konflik, dan beberapa prinsip lain,'' kata Dwipoto. (ris/mk)

Sumber: Jawa Pos, 5 Februari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan