Surat Kepada Ketua MA, Terkait Kelambatan Putusan Kasus Korupsi DPRD Sumbar

Berikut adalah surat untuk Ketua MA, terkait dengan kelambatan pengeluaran salinan putusan kasasi perkara korupsi 43 mantan anggota DPRD Sumatera Barat.

Jakarta, 21 Desember 2005
Nomor : /SK/BP/ICW/XII/05
Lamp. : -

Kepada Yth.
Bapak Prof. DR. Bagir Manan , S.H.
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
di Jakarta

Perihal: Petikan/Salinan Putusan Kasasi
Perkara Korupsi 43 Mantan Anggota DPRD Sumatera Barat

Dengan Hormat,
Pada tanggal 2 Agustus 2005, Mahkamah Agung telah menolak kasasi yang diajukan 43 mantan pimpinan dan anggota DPRD Sumatra Barat periode 1999-2004 dalam perkara korupsi APBD Sumbar 2002 sebesar Rp 5,9 miliar. Putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim agung pimpinan Maman Suparman memperkuat vonis Pengadilan Tinggi Sumatera Barat yang diputus pada bulan Agustus 2004. Vonis tersebut dijatuhkan terhadap 3 mantan pimpinan DPRD Sumatera Barat yaitu Arwan Kasri, Titi Nazif Lubuk dan Masfar Rasyid masing-masing 5 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 200 juta subsidair 4 bulan kurungan. Sedangkan 40 mantan anggota DPRD Sumatera Barat divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsidair 4 bulan kurungan.

Kejaksaan Tinggi Sumetera Barat hingga saat ini tidak dapat melakukan eksekusi disebabkan MA belum memberikan petikan/salinan putusan kasasi tersebut. Hal ini sangat lamban jika dibandingkan dengan perkara korupsi dana bulog senilai 40 miliar maupun terhadap perkara korupsi Dana Reboisasi Hutan Tanaman Industri (HTI) senilai Rp. 100, 9 miliar, yang dapat langsung dieksekusi oleh pihak kejaksaan beberapa hari setelah vonis kasasi dijatuhkan.

Lambannya penyerahan salinan putusan kasasi MA dikhawatirkan menjadi celah bagi para terpidana perkara korupsi DPRD Sumatera Barat untuk melarikan diri. Hal ini didasarkan pengalaman pada perkara korupsi sebelumnya dengan terpidana Samadikun Hartono (divonis 4 tahun dalam perkara korupsi BLBI Bank Modern senilai Rp 80 miliar) dan Sudjiono Timan (divonis 14 tahun dalam perkara korupsi BPUI senilai US$ 126 juta) yang akhirnya melarikan diri akibat petikan/salinan putusannya terlambat dikirimkan kepada pihak kejaksaan sebagi eksekutor.

Hal ini dapat menimbulkan kesan negatif bahwa MA telah bertindak diskriminatif dalam penanganan perkara korupsi dan lebih jauh MA terkesan tidak memberikan dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi. Kelambatan ini juga mengakibatkan upaya Pembaruan Peradilan yang sedang digagas MA menjadi ternoda.
Karena itu kami berharap Ketua MA segera memperhatikan perkara tersebut.

Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.

Hormat Kami,
Indonesia Corruption Watch

Teten Masduki
Kordinator Badan Pekerja

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan