Suksesi KPK Diujung Tanduk, DPR Harus Segera Lakukan Seleksi

Press Release KOALISI PEMANTAU PERADILAN
 
Suksesi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini berada di ujung tanduk. Setelah melalui proses yang cukup melelahkan ditahapan Panitia Seleksi (pansel), 8 (delapan) orang calon yang lolos kini berada ditengah ketidakpastian. Bukannya fokus untuk membahas tahapan fit and proper test, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) malah mempersoalkan tentang jumlah calon yang seharusnya dikirimkan pansel, yakni berjumlah 10 orang sesuai perintah undang-undang.

Beberapa fraksi yang “keukeh” meminta 10 nama diantarannya adalah Partai Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Partai Hati Nurani Rakyat. Mereka berpendapat bahwa DPR dalam melakukan seleksi capim KPK berpedoman pada pasal 30 ayat (9) dan (10) UU KPK yang mana Presiden menyampaikan nama calon sebanyak 2 kali jumlah masa jabatan (ayat 9) dan DPR wajib memilih dan menetapkan 5 (lima) calon yang dibutuhkan (ayat 10).

Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah sangat jelas menerangkan bahwa pimpinan KPK, baik yang diangkat sejak awal secara bersamaan maupun pimpinan pengganti yang menggantikan pimpinan yang berhenti pada masa jabatannya adalah empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan (Putusan No. 5/PUU-IX/2011, hal 77). MK juga memberlakukan putusannya secara retroaktif (berlaku surut) untuk Pimpinan KPK yang sudah terpilih dan menduduki Pimpinan KPK sekarang (Baca: Busro Muqodas) untuk masa jabatan selama empat tahun sejak terpilih (hal, 76).
 
Maka pasal 30 ayat (9) UU KPK secara hukum harus dimaknai bahwa “2 kali jumlah masa jabatan” yang dibutuhkan adalah 8 orang untuk 4 posisi pimpinan, karena yang satunya sudah diisi oleh Busro Muqodas yang menurut putusan MK menjabat selama 4 tahun. Maka seharusnya sudah tidak ada lagi keraguan dalam menentukan jumlah calon pimpinan KPK yang sudah sah dijawab secara hukum dan konstitusi melalui putusan MK.
 
Waktu DPR untuk memilih calon pimpinan KPK semakin menipis. Jatah 3 Bulan (90 hari kalender) yang diberikan oleh UU sudah disia-siakan lebih dari separuhnya. Tercatat mulai dari saat Presiden menyerahkan Surat Presiden No. R-46/Pres/08/2011 tentang 8 calon pimpinan KPK kepada DPR, tertanggal 19 Agustus 2011, DPR praktis belum melakukan proses apapun untuk melakukan seleksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampai hari ini, DPR hanya memiliki sisa waktu selama 35 hari kalender. Waktu tersebut belum dipotong dengan agenda reses DPR, yang akan berlangsung selama 14 hari kalender, mulai tanggal 29 Oktober sampai 13 November 2011. (lihat lampiran mengenai timeline).
 
Proses pemilihan pimpinan KPK di DPR bukanlah tahapan akhir, masih tersisa dua tahapan berikutnya yang harus dilewati, yaitu penyerahan nama pimpinan KPK terpilih kepada Presiden (7 hari kerja) dan penetapan oleh Presiden (30 hari kerja). Sehingga apabila DPR abai terhadap waktu 90 hari yang dimilikinya, maka berpotensi menimbulkan konsekuensi yang lebih besar, yaitu penetapan 4 pimpinan KPK periode 2011-2015 yang seharusnya sudah dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2011 akan terlewati. Kondisi tersebut akan menimbulkan kekosongan pimpinan KPK yang sangat berpotensi melemahkan KPK dan merupakan bentuk kontra produktif terhadap agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.

Jika DPR masih berpegang terhadap preferensi politiknya, maka ditengarai ada upaya-upaya untuk menunda proses seleksi sebagai alat untuk tawar menawar dalam konstelasi politik hari ini. Hal ini diperkuat oleh beberapa kabar yang mewartakan penundaan pembahasan selekesi pimpinan KPK menunggu kejelasan tentang reshuffle kabinet oleh SBY. Maka dengan ini, Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) sebagai gerakan yang intens mengawal proses penegakan hukum dan reformasi peradilan dengan ini menyatakan sikap:

  1. Mendesak DPR untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi mengenai masa jabatan Ketua KPK saat ini;
  2. Mendesak DPR agar tidak mengulur-ngulur waktu untuk menyeleksi kedelapan calon pimpinan KPK dengan mempersoalkan putusan pansel;
  3. Mendesak DPR untuk fokus kepada mekanisme fit and proper test karena waktu yang sangat terbatas.

 
Jakarta, 13 Oktober 2011
Koalisi Pemantau Peradilan (KPP)
Indonesian Legal Roundtable l Indonesia Coruption Watch l Konsorsium Reformasi l Hukum Nasional l Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan l Lembaga Bantuan Hukum JAKARTA l Masyarakat Pementau Peradilan  FH UI l  Masyarakat Transparansi Indonesia l Tranparency International Indonesia l Pusat Studi Hukum dan Kebijakan l Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat l Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat l

CP:
- Refki Saputra, ILR, 085263515392
- Dimas Prasidi, LeIP, 081383087043
- Maryam Rodja, PSHK, 081318465799
- Muh Hendra Setiawan, MaPPI FHUI, 085888345754
- Dwipoto Kusumo, TII, 081807430240

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan