Sudi Meninggal, Perkara Ditutup

Sudi Ahmad, salah seorang terdakwa kasus penyuapan Mahkamah Agung yang ditahan di Polda Metro Jaya, meninggal dunia. Sebelumnya, dia mengeluhkan sidang perkaranya yang terkatung-katung gara-gara hakimnya berseteru.

Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi itu mengembuskan napas terakhir di RS Soekanto Bhayangkara, Kramat Jati, Jakarta Timur. Dia dilarikan ke rumah sakit itu Jumat (19/5) pukul 18.00 karena sakit hernia.

Sejak saat itu, staf Korpri unit MA tersebut dirawat secara intensif. Sebenarnya, terdakwa akan dioperasi, namun keburu meninggal dunia, kata Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.

Suyati, istri Sudi Ahmad, mengungkapkan, sejak Sabtu (20/5), perut suaminya membesar dan kembung. Penyakit suaminya itu sudah lama terjadi dan sering kambuh. Kami dapat menerima kematian Bapak. Ini sudah menjadi nasib Pak Sudi, ungkap ibu dari Farah Azri dan Dandi Akbar Darmawan itu sambil menangis.

Jenazah Sudi diberangkatkan ke pemakaman Pondok Kelapa sekitar pukul 13.00 dari rumah kakak laki-lakinya, Nazirin, di Jalan Gandria, RT 07, RW 07, Kemayoran.

Sudi adalah salah seorang di antara empat karyawan MA yang didakwa menerima suap dari Harini Wijoso, penasihat hukum Probosutedjo. Uang itu disebut-sebut akan diberikan kepada Ketua MA Bagir Manan untuk membebaskan Probo dari hukuman korupsi dana reboisasi di tingkat kasasi. Kasusnya masih diproses di pengadilan.

Kasus itu beberapa kali memicu pro-kontra mengenai pemeriksaan Bagir Manan, ketua majelis hakim kasasi perkara Probo. Terakhir, tiga hakim yang mengadili Harini walk out untuk memprotes ketua majelis yang tidak mau menghadirkan Bagir sebagai saksi ke sidang. Dua sidang kasus penyuapan itu selanjutnya terkatung-katung hingga kini.

Mestinya, Rabu (24/5) jaksa penuntut umum akan membacakan tuntutan terhadap Sudi. Karena dia meninggal, KPK akan meminta majelis hakim yang mengadili perkaranya untuk menggugurkan tuntutan. Perkaranya gugur demi hukum. Namun, untuk terdakwa lain, prosesnya jalan terus, ungkap Tumpak saat jumpa pers di Kantor KPK Jakarta kemarin.

Tumpak menambahkan, sesuai pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK tidak berhak mengeluarkan surat penghentian penyidikan maupun penuntutan. Yang berhak adalah majelis hakim karena perkara sudah bergulir ke pengadilan.

Meninggalnya Sudi itu kejadian pertama dalam proses pengadilan tipikor yang ditangani KPK. Kalau perkara belum bergulir dan terdakwa meninggal, bagaimana statusnya? Padahal, KPK tidak berwenang mengeluarkan SKPP. Saya juga bingung tuh! ungkapnya.

Untuk itulah, KPK akan meminta Mahkamah Konstitusi untuk mengkaji kembali undang-undang tersebut. (ein)

Sumber: Jawa Pos, 23 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan