Suap Adipura; Selidiki Kemungkinan Suap Lain

Dugaan kasus suap dalam proses penilaian penghargaan Adipura bagi Kota Bekasi harus menjadi momentum untuk menyelidiki kemungkinan adanya kasus suap lainnya dalam proses penilaian penghargaan Adipura 2010. Desakan itu muncul karena raihan Adipura tidak berkorelasi positif dengan kota sehat lingkungannya dan adanya lonjakan jumlah peraih Adipura pada 2010.

Ahli perencanaan dan tata kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menyatakan, penyidikan dugaan kasus suap dalam proses penilaian Adipura bagi Kota Bekasi harus menjadi pintu masuk bagi kemungkinan suap lainnya.

”Pada 2010 terjadi lonjakan jumlah kota peraih Adipura hingga mengesankan Adipura diobral. Komisi Pemberantasan Korupsi harus mencari dugaan penyuapan dalam proses penilaian Adipura kota lainnya,” kata Yayat di Jakarta, Minggu (16/1).

Pada 2010, jumlah kota yang meraih Adipura mencapai 140 kota. Pada 2009, jumlah kota yang meraih Adipura mencapai 126 kota. Adipura merupakan penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup bagi pemerintah daerah untuk merangsang kebersihan lingkungan hidup dan pengelolaan sampah yang baik.

KPK telah menetapkan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad sebagai tersangka tiga kasus dugaan korupsi dan telah menahannya. Ketiga kasus itu adalah dugaan suap dalam Adipura 2010, suap dalam pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2010, serta penyalahgunaan APBD 2009. Namun, KPK belum menetapkan tersangka penerima suap.

Kamis (13/1), penyidik KPK menggeledah kantor Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan menyita 47 dokumen, hard disk, dan salinan data elektronik dari data penilaian Adipura 2010. Sejumlah staf KLH dimintai keterangan dan diperiksa sebagai saksi. Adipura yang diraih Kota Bekasi pada 2010 merupakan Adipura pertama kota itu.

”Penghargaan Adipura masih diperlukan untuk memacu semangat pemerintah kota memperbaiki kualitas lingkungan hidupnya dan menjadi arah bagaimana mengelola lingkungan perkotaan. Sekarang Adipura sekadar menjadi alat pencitraan kepala daerah,” kata Yayat.

Direktur Keadilan Perkotaan Institut Hijau Indonesia Selamet Daroyni juga mendesakkan hal yang sama.

”Adipura lahir sebagai model pengelolaan perkotaan ketika KLH tidak memiliki wewenang mengelola dan melindungi lingkungan. Sekarang sudah ada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberi wewenang besar bagi KLH. KLH seharusnya meninggalkan seremonial seperti Adipura dan harus lebih memprioritaskan penegakan hukum dalam mengelola dan melindungi lingkungan,” kata Selamet. (ROW)

Sumber: Kompas, 17 Januari 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan