Studi Banding DPR; Biayanya Setara Beasiswa bagi Ribuan Siswa Miskin

Studi banding anggota Dewan Perwakilan Rakyat ke luar negeri dinilai hanya menghamburkan uang dan tak menghasilkan apa pun karena dilakukan justru saat rancangan undang-undang sudah hampir disahkan. Selain itu, biaya studi banding sebenarnya dapat dialokasikan untuk hal lain yang bermanfaat. Anggaran studi banding anggota DPR ke luar negeri tahun 2011 nilainya setara dengan 2.301 beasiswa bagi anak keluarga miskin untuk menempuh pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengatakan, tahun 2011 DPR mengalokasikan anggaran studi banding ke luar negeri sebesar Rp 105,924 miliar lebih. Pagu beasiswa untuk anak keluarga miskin dari jenjang SD hingga perguruan tinggi tahun ini hanya Rp 46,038 juta per orang.

”Kalau anggota DPR tidak berangkat studi banding ke luar negeri, mereka bisa menyelamatkan anak orang miskin sebanyak 2.301 orang untuk setiap tahun. Dengan anggaran Rp 105,924 miliar ini, anggota DPR seperti sengaja mengorbankan ribuan anak orang miskin yang tidak mampu untuk bersekolah setiap tahunnya, hanya untuk ke luar negeri,” tutur Uchok di Jakarta, Rabu (23/3).

Menurut Uchok, studi banding 16 anggota Komisi XI DPR ke Amerika Serikat saja menghabiskan biaya Rp 2,1 miliar. ”Tadinya total anggarannya sebesar Rp 2,3 miliar. Karena dua anggota DPR tak ikut, anggarannya bisa dihemat Rp 280 juta. Rp 280 juta itu cukup membantu beasiswa enam anak orang miskin dari SD sampai ke perguruan tinggi,” ujar Uchok lebih lanjut.

Ia mengakui ingin DPR memperbaiki diri dan tidak malah menjauhi rakyat. ”Namun, seolah-olah hanya mereka yang benar. Ini berbahaya bagi demokrasi kita,” kata Uchok.

Dia tidak memungkiri ada penurunan anggaran studi banding DPR ke luar negeri tahun ini, daripada tahun lalu. Pada 2010 anggaran studi banding DPR ke luar negeri mencapai Rp 170 miliar. Namun, masalahnya, mereka studi banding justru ketika RUU itu hampir rampung dibahas.

Menurut Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang, sangat mungkin rakyat merasa tidak terwakili oleh DPR, antara lain, karena frekuensi DPR ke luar negeri dianggap lebih sering dibandingkan dengan mengunjungi konstituen riilnya.

Perlu pengaturan ulang
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz menuturkan, mekanisme kunjungan kerja ke luar negeri perlu diatur ulang. Pengaturan itu terutama terkait anggaran menyeluruh, baik yang dilakukan DPR maupun pegawai pemerintah.

”Untuk DPR, sudah ada penghematan daripada anggaran tahun sebelumnya. Seharusnya pemerintah juga melakukan penghematan,” ujarnya. (bil/nta)
Sumber: Kompas, 24 Maret 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan