Status Kasus SPK Fiktif Dinaikkan Jadi Penyidikan

Kejaksaan Tinggi Jateng resmi meningkatkan status penanganan kasus korupsi di tubuh Bank Jateng Syariah ke tahap penyidikan.

Hal ini dilakukan menyusul selesainya proses penyelidikan kredit bermasalah dengan ditemukannya bukti kuat bermodus penggunaan Surat Perintah kerja (SPK) dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) yang diduga fiktif.
Kajati Jateng Widyopramono mengungkapkan, pihaknya telah memeriksa tujuh orang direktur perusahaan yang namanya dipinjam oleh salah satu nasabah berinisial EV. Tim dari satuan khusus tindak pidana korupsi (Tipikor) berhasil mengorek keterangan dan bukti-bukti kuat terhadap dugaan korupsi.

”Tim berkesimpulan, petunjuk atau buktinya sangat kuat adanya dugaan korupsi sehingga kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan modus SPK dan SPMK fiktif,” jelas Widyopramono, Senin (15/8).
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jateng Setia Untung Arimuladi menjelaskan, Kejati juga telah meminta keterangan sejumlah pihak di luar Bank Jateng Syariah. Dari keseluruhan pemeriksaan, terlihat memang bukti mengarah kuat adanya dugaan tindak pidana korupsi.

Upaya Bank
Kuasa hukum Bank Jateng Boyamin Saiman menegaskan, kliennya sangat serius untuk melaporkan pihak-pihak yang terkait dengan dugaan korupsi tersebut. Hal ini merupakan upaya bank untuk membersihkan segala aspek yang terkait kasus korupsi dan tidak akan membiarkan oknum-oknum yang diduga terlibat bertahan di dalamnya. Boyamin sangat mengapresiasi langkah Kejati dalam menangani kasus ini karena baik pihak Bank Jateng maupun Kejaksaan sudah berkomitmen menyelesaikan kasus ini secepatnya.
Sejumlah nama-nama yang sudah dilaporkan Bank Jateng kepada kejaksaan berasal dari internal dan nasabah yang mengajukan kredit.

Diharapkan nama-nama ini bisa diproses secara hukum secepatnya. Dari internal Bank Jateng, tiga nama dilaporkan berinisial S, T dan H. Sedangkan lima nama lainnya berasal dari nasabah berinisial JN, EV, ET, RD dan AM. Kerugian akibat pembobolan dana lewat SPK fiktif yang  menyebabkan kredit macet ini diduga mencapai Rp 50 miliar. (J14-35)
Sumber: Suara Merdeka, 16 Agustus 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan