Sri Mulyani: Sulit Tarik Pajak dari Orang Kaya

Pemerintah menemui tantangan berat saat menagih pajak orang- orang sangat kaya di Indonesia. Budaya aparat pajak yang enggan mendatangi kediaman orang kaya hingga masalah legal yang sengaja digunakan untuk menghambat aparat pajak menjadi penyebab utama sulitnya pengumpulan penerimaan pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan hal itu di Jakarta, Kamis (13/5).

Menurut dia, petugas pajak wajib menagih pajak kepada semua wajib pajak, termasuk orang sangat kaya. Tugas ini semakin penting karena jumlah orang kaya di Indonesia akan semakin banyak. Salah satu indikatornya adalah produk domestik bruto per kapita yang mencapai 2.500 dollar AS, bahkan dapat mencapai 5.000-6.000 dollar AS per kapita.

Namun, tugas tersebut kerap tidak bisa dilaksanakan aparat pajak karena rendahnya kewibawaan mereka. Aparat pajak kerap merasa minder untuk bertemu dengan wajib pajak kaya itu.

”Dalam kunjungan saya ke Bandung ada pengakuan dari petugas pajak. Bagaimana menagih pajak orang kaya kalau masuk rumahnya saja sudah minder, hanya karena satpamnya banyak, rumahnya luas, dan anjingnya besar-besar,” tuturnya.

Perilaku aparat pajak itu akan menimbulkan penggolongan wajib pajak. Salah satu golongannya adalah wajib pajak yang tidak dapat ditagih hanya karena aparat negara tidak kuasa menagihnya.

”Masalahnya akan semakin rumit jika penagihan pajaknya dilakukan atas pajak korporasi. Petugas pajak dihadapkan masalah sistem hukum,” ujar Menkeu.

Dibenturkan
Menurut Sri Mulyani, masalah pemungutan pajak orang kaya ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Hal serupa dialami Turki. Menteri Keuangan Turki Mehmet Zimzet mengatakan, dirinya tengah menghadapi kasus pajak atas orang yang tergolong paling kaya di Turki.

”Kebetulan orang kaya itu memiliki media dan teman saya (Menteri Keuangan Turki) itu tetap menagih pajaknya. Akhirnya, dia dibenturkan secara politis,” tuturnya.

Sehari sebelumnya, Menkeu melantik 16 pejabat eselon II di Direktorat Jenderal Pajak. Beberapa di antaranya dalam posisi strategis dalam pengawasan kinerja aparat pajak.

Mereka, antara lain, adalah Otto Endy Panjaitan sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Wahyu Karya Tumakaka sebagai Pejabat Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, dan Bambang Trimuljanto sebagai Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.

Sri Mulyani berharap eselon II itu benar-benar memahami arti reformasi birokrasi di Ditjen Pajak. ”Jadikan Kementerian Keuangan sebagai satu-satunya lembaga yang masih bisa dipercaya publik,” ungkapnya. (OIN)
Sumber: Kompas, 14 Mei 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan