Soetjipto: Partai Kami Melindungi Koruptor? Gombal itu

Ruang rapat kantor PDI Perjuangan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa silam terasa berjubel. Hampir 120 anggota legislatif dan mantan petinggi legislatif PDIP dari berbagai daerah berkumpul bersama para petinggi partai itu. Sebagian anggota maupun mantan anggota DPRD itu kini berstatus tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi. Kami ingin meminta informasi dari daerah, kata Sekretaris Jenderal PDIP, Soetjipto.

Informasi itu sangat penting karena berkaitan dengan pemeriksaan sejumlah anggota legislatif di daerah. Selain mengumpulkan bahan menjelang rapat dengan Jaksa Agung, mereka menyiapkan bahan pertimbangan untuk menentukan sikap Partai. Soal dukungan PDIP terhadap partainya yang dituding korupsi itu, Soetjipto menjelaskan kepada wartawan Tempo Widiarsi Agustina.

Apa latar belakang pertemuan PDIP dengan para anggota DPRD?

Pertemuan itu untuk menginventaris kasus yang menimpa kader kami di daerah. Kader Partai tak semuanya baik, juga tak semuanya buruk. Pertemuan ini tindak lanjut kunjungan kami ke daerah beberapa waktu lalu. Saat itu kami ditanyai soal kasus korupsi yang menimpa mereka. Karena kasus hukum ini banyak, saya bilang sudah biar yang menangani ahli hukum saja, jangan saya. Karena itu, kami undang mereka ke Jakarta untuk bertemu pakar hukum kami. Kami beri arahan, posisi perundangannya begini, begini, dan begitu.

Kesannya PDIP membela kadernya yang korupsi?

Ini bukan mau membela kader yang korupsi. Kami kan menerima laporan dari kader-kader di daerah yang terkena kasus korupsi. Kebetulan, jumlahnya di seluruh Tanah Air rombongan. Ini kan aneh. Kalau dihitung korupsi, kok rombongan. Apa ada yang salah? Soalnya banyak yang sebenarnya tidak layak dituduh korupsi. Apalagi besarnya miliaran seperti itu.

Mengapa tidak layak?

Ada kader kami di Bali yang diumumkan oleh Kejaksaan Negeri Bali tersangkut kasus penyimpangan APBD dalam jumlah miliaran rupiah. Salah satunya, I.B.P. Wesnawa, mantan Ketua DPRD Bali. Tuduhan itu keterlaluan. Bagaimana mungkin kader yang memakai handphone saja sebuah kemewahan, kok jadi tersangka korupsi. Ada lagi kader yang tinggalnya masih menumpang mertua tapi kena. Sampai akhirnya harus jualan macam-macam untuk menutup biaya pendekatan ke aparat.

Kejaksaan dan kepolisian menyamaratakan semua kasus dengan memakai Peraturan Pemerintah No. 110/2000 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD untuk menuntut anggota DPRD. Padahal peraturan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22/2003 dan sudah dibatalkan MA dalam judicial review tahun 2002.

Kalaupun banyak kader kami yang penthalitan (jumpalitan), kami tidak memungkiri. Mereka akan kami dorong agar diproses hukum. Kami bersikap keras dan berani memecat kader yang memang bersalah, misalnya terkena pidana atau narkoba, termasuk memberikan sanksi berat.

Bagaimana teknis pembelaan yang akan dilakukan PDIP?

Kasus di daerah sangat beragam. Kami mengumpulkan sejumlah pakar hukum untuk mengkaji masalah itu dan membuat satu tim advokasi. Kalau sudah, hasil kajian itu kita jelaskan ke daerah-daerah.

Mengapa PDIP tidak membentuk tim pengacara di tiap daerah?

Di daerah, rata-rata mereka sudah memiliki tim advokasi. Ada juga yang menggunakan tim advokasi partai yang kami sediakan. Tidak salah menggunakan advokat yang disediakan Partai karena sifatnya terbuka.

Dari situ nanti kelihatan mana kader yang penthalitan, mana kader yang baik tapi kurang waspada. Makanya kita berang kalau dikatakan partai kami melindungi koruptor. Gombal itu.

Saya kesal karena dalam karikatur koran digambarkan ada ranch berlabel PDIP yang penuh tikus. Kalau kita menegakkan hukum, jangan hanya mengejar tikus-tikusnya, tapi kucing-kucingnya juga harus dimandikan. Coba itu kejaksaan pusat dan daerah diaudit bareng. Nanti akan kelihatan, mereka itu jaksa beneran atau jaksa-jaksaan.

Apa pendapat Anda tentang pengusutan kasus-kasus korupsi ini?

Memang ada yang layak dijaring dan diproses hukum. Namun belakangan, secara umum saya membaca, ada proses yang nuansanya jauh lebih kental dan character assassination.

Sumber: Majalah Tempo, No. 52/XXXIII/21 - 27 Feb 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan