Soeharto Lolos, Tommy Tersangka; Kasus Dugaan Korupsi Rp 175 M Kredit BPPC
Belum genap setahun bebas dari Nusakambangan, Tommy Soeharto kembali terbelit persoalan hukum. Putra bungsu penguasa Orde Baru itu menjadi tersangka korupsi penggunaan dana Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) Rp 175 miliar yang disalurkan ke Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih (BPPC).
Kejaksaan Agung menjadikan Tommy tersangka setelah membuka file lama. Yakni, rekomendasi dari Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) yang dikeluarkan pada tahun 2000, tujuh tahun lalu. Tim yang dipimpin mantan Hakim Agung Adi Andojo Sucipto itu sudah bubar.
Dalam rekomendasi TGPTPK, nama mantan Presiden Soeharto juga diusulkan menjadi tersangka. Soeharto dianggap telah memberikan fasilitas kepada anaknya itu sehingga dana Rp 175 miliar cair. Namun, hanya Tommy yang jadi tersangka.
Menurut Jaksa Agung Hendarman Supandji, status tersangka Tommy sudah turun sejak 11 Mei 2007, melalui Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) JAM Pidana Khusus No Prin-16/F.2/Fd.1/05/2007. Tapi, hingga kini pemilik pohon bisnis Humpuss itu belum diperiksa terkait kasus BPPC. Tommy keluar dari Nusakambangan sebagai terpidana pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita pada 30 Oktober 2006.
Sejak itu (2000), lantas disebutkan nama (Tommy) tersangkanya, kata Hendarman seusai memimpin upacara penutupan pekan olahraga (POR) memperingati HUT Adhyaksa di lapangan Kejagung kemarin.
Ditanya apakah Soeharto jadi tersangka, orang nomor satu di Gedung Bundar itu mengatakan, Hanya Tommy, kok. Hendarman juga tidak menjelaskan alasan kejaksaan baru sekarang mengusut BPPC.
Yang jelas, menurut dia, Tommy ditetapkan sebagai tersangka setelah tidak menggunakan KLBI Rp 175 miliar sesuai peruntukan yang diatur Keppres No 20/1992 jo Inpres No 1/1992 tentang Pembentukan BPPC. (Dana KLBI) tidak dikucurkan sebagaimana mestinya. Dia (Tommy) menerima KLBI, tetapi dana yang seharusnya untuk petani cengkih ternyata tidak disalurkan, jelasnya. Pada kepengurusan BPPC, Tommy menjabat ketua umum.
Kami akan cari ke mana duit itu (mengalir), tegas Hendarman yang pernah menjadi anggota TGPTPK itu.
Ditanya kapan pemeriksaan Tommy, dia menyerahkan kepada Sekretaris JAM Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman. Sekarang saya tidak tangani kasus. Tanya saja Pak Kemas, jawabnya.
Namun, di tempat yang sama, Kemas justru menunggu turunnya perintah jaksa agung. Nanti memang dibicarakan dengan tim jaksa dan direktur penyidikan. Sebelumnya, saya perlu menunggu beliau, ujar Kemas.
Direktur Penyidikan Kejagung M. Salim menambahkan, pemeriksaan Tommy bergantung usul tim penyidik. Sejauh ini, tim penyidik yang diketuai Slamet Wahyudi belum mengusulkan pemeriksaan Tommy. Mungkin, tim penyidik memprioritaskan saksi-saksi dulu. Tommy, bisa jadi, belakangan, jelas Salim.
Hendarman menambahkan, penetapan tersangka tidak menggugurkan status Tommy yang mengantongi pembebasan bersyarat alias PB. Tommy berstatus PB dalam kasus pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita. Pencabutan PB dilaksanakan kalau selama masa PB ternyata (Tommy) melakukan perbuatan kejahatan. Dan, kejahatan tersebut kan dilakukan sebelum (Tommy) berstatus PB, jelasnya.
Soeharto Masuk Rekomendasi
Di tempat terpisah, mantan anggota TGPTPK Iskandar Sonhadji membenarkan bahwa timnya pernah merekomendasi Tommy sebagai tersangka kasus BPPC. Selain Tommy, Soeharto ikut direkomendasi sebagai tersangka, tegasnya saat dihubungi koran ini tadi malam. Soeharto berperan dalam kasus BPPC karena ikut memfasilitasi Tommy menggunakan KLBI tanpa sesuai prosedur. Namun, ditanya seberapa jauh peran tersebut, Iskandar mengaku lupa-lupa ingat.
TGPTPK kala itu, lanjut Iskandar, menemukan bukti awal dan kerugian negara atas keterlibatan Tommy. Dia dianggap bertanggung jawab atas tidak tersalurnya KLBI ke petani cengkih. Tommy juga menghimpun banyak pungutan ke petani cengkih, tetapi sejauh ini tidak jelas penggunaannya, beber pengacara yang aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) tersebut. Pungutan itu, antara lain, iuran dana penyertaan modal dan simpanan wajib khusus petani (SWKP) di BPPC.
Iskandar membeberkan, sebelum dibubarkan, TGPTPK serius mengusut kasus BPPC. Tim telah memeriksa 25 saksi, dari pengurus BPPC, pengurus Induk KUD (Inkud), pabrikan rokok kretek, hingga beberapa perwakilan petani cengkih.
Di tempat terpisah, pengacara Tommy, O.C. Kaligis, menegaskan kesiapan kliennya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Sebab, kebijakan tersebut merupakan kewenangan kejaksaan. Saya hanya mempertanyakan apa dasar-dasar kejaksaan menetapkan klien saya sebagai tersangka. Dan, saya punya bukti-bukti tidak adanya penyalahgunaan dana KLBI, jelas Kaligis kemarin.
Sebelumnya, Kejagung mengusut kasus BPPC dengan nilai kerugian Rp 1,7 triliun. Rinciannya, antara lain, dana KLBI Rp 175 miliar dan berbagai pungutan dari petani cengkih Rp 1 triliun.
BPPC yang dipimpin Tommy itu dibentuk berdasar Surat Keputusan Menteri Perdagangan tanggal 28 Desember 1990, atas dasar usaha bersama koperasi, BUMN, dan swasta. Swasta yang tergabung dalam BPPC adalah PT Kembang Cengkeh Nasional, konsorsium yang beranggota PT Bina Reksa Perdana, PT Sinar Agung Utara, PT Agro Sejati Bina Perkasa, PT Rempah Jaya Makmur, dan PT Wahana Dana Lestari. Pihak BUMN adalah PT Kerta Niaga.
Awalnya, BPPC dibentuk untuk mengendalikan harga tata niaga cengkih yang memihak kepentingan para petani. Namun, di tengah perjalanan, berbagai dana yang masuk ke BPPC justru disalahgunakan oleh Tommy. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 20 Juli 2007