Soeharto dan Kejaksaan Bertemu di Luar Mediasi

Kejaksaan Agung dan Soeharto, pihak tergugat dalam perkara gugatan perdata terhadap Yayasan Supersemar, siap bertemu di luar proses mediasi. Langkah tersebut ditujukan agar pihak-pihak yang beperkara dalam kasus ini bisa bertemu dan bernegosiasi.

Menurut salah seorang anggota tim pengacara Soeharto, Denny Kailimang, pertemuan itu digagas oleh kedua belah pihak di luar aturan formal, yakni menggunakan mediator. Kami akan membicarakan semua tentang gugatan itu, katanya ketika dihubungi Tempo kemarin.

Denny mengatakan hasil pertemuan informal itu nantinya akan dibawa ke hadapan hakim mediator. Sehingga, kata dia, dalam agenda persidangan berikutnya, hakim sudah bisa menuntaskan mediasi. Kami juga ingin berproses cepat, tapi perlu dibahas soal dasar hukum gugatan, katanya.

Denny menilai bahwa gugatan yang dilayangkan oleh kejaksaan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Karena itu, banyak poin yang akan dibahas dalam proses mediasi. Misalnya, kata dia, soal hubungan hukum yang tidak secara gamblang diterangkan dalam gugatan.

Sementara itu, anggota tim jaksa pengacara negara, Yoseph Suardi Sabda, mengatakan pihaknya menginginkan pihak Soeharto secepatnya memberikan jawaban atas gugatan yang dilayangkan kejaksaan. Kami minta jawaban segera, ujarnya.

Yoseph mengatakan kejaksaan sudah menawarkan solusi untuk mempermudah proses tanya-jawab dalam gugatan perdata Soeharto ini. Kami bersedia menerima jawaban tertulis dari pihak Soeharto, ujarnya. Namun, hal itu pun belum bisa diwujudkan untuk mendapatkan kepastian. Jika tidak ada jawaban, kata dia, Mari berlanjut ke pokok perkara.

Pada sidang kedua yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis lalu, Kejaksaan Agung dan Soeharto sepakat memperpanjang proses mediasi selama satu pekan. Pada tahap ini kejaksaan dan tim pengacara Soeharto harus bisa menentukan sikap dan melaporkannya kepada majelis hakim pada 30 Agustus mendatang.

Kejaksaan Agung tengah menggugat perdata Soeharto selaku Ketua Yayasan Supersemar. Soeharto dianggap menyelewengkan dana beasiswa bagi siswa cakap yang tidak mampu sebesar US$ 420 juta dan Rp 185 miliar. SANDY INDRA PRATAMA

Sumber: koran Tempo, 27 Agustus 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan