Soal Rehab Rumah Dinas Sekda NAD; Kejati Janji Usut [02/06/04]

Kejaksaan Tinggi (Kejati) NAD berjanji segera mengusut kemungkinan adanya indikasi mark-up dalam proyek rehab rumah dinas Sekda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang menghabiskan dana senilai Rp 1,4 milyar bersumber dari APBD 2002 dan 2003.

Kajati NAD, Andi Amir Achmad, lewat Asisten Pidana Khusus (Aspisus) Syarifuddin kepada Serambi, Selasa (1/6), mengatakan, pihaknya akan segera mengusut masalah itu. Kasus itu akan segera kita usut dalam waktu dekat, tegas Syarifuddin, mengutip pernyataan Kajati.

Untuk tahap awal, kata dia, pihak Kejari meminta data dan informasi dari Pansus VII DPRD NAD yang membeberkan masalah itu ketika sidang paripurna dewan dengan agenda penyampaian laporan hasil evaluasinya pada Rabu pekan lalu.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pansus VII DPRD NAD sangat terkejut karena pada 2003, panitia anggaran eksekutif kembali mengalokasikan dana Rp 700 juta buat tambahan biaya rehab rumah dinas Sekda NAD di Kawasan Simpang Tiga Setui, Banda Aceh. Sementara, tahun 2002 telah dialokasikan dana senilai Rp 700 juta.

Menanggapi laporan Pansus VII itu, sejumlah kalangan telah mendesak aparat penegak hukum --khususnya jaksa, segera mengusut kemungkinan adanya indikasi dugaan mark up (penggelembungan harga) dalam proyek rehab rumah dinas Sekda. Sebab, menurut beberapa delevoper, apabila direhab rumah itu, paling-paling dana yang habis hanya Rp 700 juta.

Untuk tahap awal pengusutan kemungkinan adanya dugaan mark up dalam kasus proyek rehab rumah Sekda NAD senilai Rp 1,4 milyar itu, jelas Syarifuddin, tentunya akan dilakukan pengumpul data dan informasi.

Data awal yang ada di tangan Pansus DPRD NAD akan jadi acuan dasar pengusutan. Pada pihak legislatif bakal kita mintai data itu. Kalau mereka ingin mendukung pengusutan kasus ini mereka harus memberikan data itu kepada kita, katanya.

Disebutkan, apabila dalam penyelidikan nantinya memiliki bukti kuat terjadi korupsi dengan cara melakukan mark-up dana, pihak kejaksaan akan meningkatkan jadi penyidikan. Bila sudah dilakukan penyidikan, baru bisa diketahui siapa yang terlibat dan sekaligus menjadi calon tersangka, katanya.

Saya tidak bisa memberi batasan waktu kapan kasus ini bisa selesai dilakukan penyelidikan hingga bisa ditingkatkan menjadi penyidikan. Dan sebaliknya apabila tidak terbukti (adanya dugaan mark up), akan dihentikan, katanya.

Menurutnya, untuk mengusut satu kasus korupsi akan melalui berbagai tahapan mulai dari pengumpulan data dan informasi hingga menghitung kerugian negara yang ditimbulkan. Buat menghitung kerugian biasanya dilakukan BPKP sebagai badan audit resmi negara, jelas Syarifuddin.

Jurubicara Pansus DPRD NAD ketika membacakan laporan tim pansusnya, Rabu pekan lalu, mengatakan bahwa biaya rehab rumah dinas Sekda itu sangat mahal. Kalau perhitungan awalnya menghabiskan dana demikian besar, lebih baik bangun rumah baru saja, katanya.

Seorang anggota DPRD NAD, Alamanar menanggapi kasus itu mengatakan, pihaknya sudah pernah memperingati eksekutif untuk biaya dana rehab rumah dinas tidak bisa lebih dari anggaran pembangunan baru. Sudah kita peringati mereka masih tetap bandel, ujarnya.

Sedangkan anggota DPRD NAD lainnya, M Nasir Djamil mengatakan bahwa biaya yang dialokasikan untuk merehab rumah dinas Sekda NAD, sangat besar dan tidak masuk akal. Nasir juga mengaku bahwa untuk masalah- masalah alokasi dana untuk merehab rumah dinas biasanya tidak semua anggota dewan mengetahuinya. Kalau Pansus VII tidak turun, mungkin kita juga tak tahu dana rehab rumah dinas Sekda sangat besar, kata dia.

Sedangkan Sekda NAD, Thantawi Ishak, Kamis lalu, mengaku, besarnya alokasi dana rehab rumah dinas itu karena kerusakannya cukup besar. Dijelaskannya, rumah itu mulai direhab, sejak 2002. Setelah direhab pada 2002, kata dia, tahun 2003, masih ada bagian yang belum bagus. sehingga bagian perlengkapan (Setda NAD) terpaksa mengusulkan biaya rehab.

Tapi, berapa nilai yang diusul, Thanthawi mengaku tidak tahu. Yang pasti, biaya rehabnya tidak seperti disebutkan Pansus VII DPRD NAD, Rp 1,4 milyar selama dua tahun anggaran, jelasnya. Kalaupun rumah itu direhab dengan biaya sedikit besar, untuk membuat rumah menjadi indah dan enak dipandang, bukan maksud untuk kemewahan, ujarnya. (su)

Sumber: Serambi Indonesia, 2 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan