Soal Putusan Bebas Nurdin HalidKomisi Yudisial Diminta Bertindak

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membebaskan Ketua Umum Koperasi Distribusi Indonesia Nurdin Halid (46) dari segala dakwaan memicu kritik dari sejumlah politisi di DPR.

Beberapa politisi lintas fraksi di DPR mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menetapkan tujuh anggota Komisi Yudisial yang telah diputuskan DPR sehingga komisi itu bisa segera bekerja.

Komisi Yudisial adalah sebuah badan baru yang diatur Undang-Undang Dasar 1945 yang antara lain bertugas menjaga kehormatan dan mengawasi perilaku hakim. Jaksa menuntut Nurdin dengan hukuman 20 tahun penjara, tapi kenapa kok bisa bebas, ucap Ketua Fraksi Partai Demokrat Soekartono Hadiwarsito dari daerah pemilihan Jawa Tengah V.

Ia yakin ketika jaksa menuntut Nurdin 20 tahun penjara, jaksa memiliki dasar tuntutan yang kuat. Karena itu, katanya, mengherankan apabila hakim justru membebaskan Nurdin dari segala dakwaan. Komisi Yudisial harus mencermati perilaku hakim, kata Soekartono lagi.

Ia berharap Presiden sesegera mungkin melantik tujuh anggota Komisi Yudisial yang baru ditetapkan Rapat Paripurna DPR Selasa lalu. Mereka adalah Zainal Arifin, HM Irawady Joenos, Thahir Saimima, Muh Busro Muqodas, Chatamarasjid, Mustafa Abdullah, dan Soekotjo Suparto.

Nursyahbani Katjasungkana dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (Jawa Timur II) berpendapat senada. Dia mencurigai putusan majelis hakim dipengaruhi intervensi politik. Selain Komisi Yudisial mengawasi perilaku hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dia juga berharap para pakar hukum mengeksaminasi putusan tersebut.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Untung Wahono (Jawa Barat IV) berpendapat, putusan hakim kontroversial karena sangat senjang dengan tuntutan jaksa. Menurut dia, ada dua kemungkinan mengapa akhirnya hakim memutuskan Nurdin bebas. Jaksanya lemah atau hakimnya yang tidak adil. Yang jelas pengadilan ini memalukan dunia peradilan kita. Komisi Yudisial harus segera menyelidiki? kata Untung.

Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Drajad Hari Wibowo (DKI Jakarta I) juga memberikan reaksi keras.

Berbeda dengan reaksi keras dari sejumlah politisi non-Partai Golkar, Ketua DPR Agung Laksono yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar berpendapat lebih lunak. Ia justru meminta semua pihak menghormati putusan pengadilan yang membebaskan Nurdin yang juga kader Partai Golkar.

Ditanya apakah putusan ini memenuhi rasa keadilan, Agung pun menjawab singkat, Terserah pada masing-masing masyarakat, ucapnya.

Belum selesai
Dalam jumpa pers terpisah Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menegaskan, cerita Nurdin yang divonis bebas belum selesai. Pasalnya, Jaksa Agung yakin bahwa nantinya Nurdin akan dihukum di Mahkamah Agung (MA). Jadi Nurdin Halid, cerita belum selesai, kata Jaksa Agung.

Menurut Jaksa Agung, sudah banyak contoh perihal perkara korupsi yang diputus bebas di Pengadilan Negeri, ternyata dibatalkan MA. Banyak contoh, misalnya Sudjiono Timan dan Paul Sutopo. Saya kira, ini (Nurdin Halid-Red) nanti bakal dihukum di MA. Mudah-mudahan, katanya.

Timan memang dihukum penjara oleh MA, namun ia tak bisa dieksekusi karena sudah kabur.

Mengenai rencana Komisi III DPR meminta Komisi Yudisial membahas seluruh materi tuntutan jaksa dan materi pertimbangan hakim pada perkara Nurdin tersebut, Jaksa Agung mempersilakan.

Di tempat terpisah, advokat Adnan Buyung Nasution berpendapat, vonis bebas yang dijatuhkan hakim juga dimungkinkan karena dakwaan jaksa yang lemah. Ia menambahkan kemungkinan lain, yakni terbentuknya opini masyarakat mengenai Nurdin sebagai koruptor sehingga meskipun tidak terbukti di pengadilan, masyarakat tetap mencap Nurdin sebagai koruptor yang tidak tersentuh hukum. Di sini kita hadapi dilema, opini publik telah terbentuk di Jakarta, Makassar, pusat, tapi harus diakui ia dermawan pada dunia olahraga, termasuk sepak bola. Pertanyaannya adalah dari mana uangnya, ujarnya.

Cepat bereaksi
Sosiolog Hukum Universitas Parahyangan, Bandung, Wila Chandrawila Supriadi, mengingatkan agar publik tidak terlalu cepat bereaksi dengan keputusan bebas bagi Nurdin. Dia mengakui, lingkungan peradilan nasional masih lemah dan diwarnai mafia peradilan. Meski demikian, sudah ada langkah nyata dari eksekutif mendorong usaha pemberantasan korupsi.

Sekarang tinggal bagaimana jaksa dan polisi makin kuat dalam menyediakan saksi dan barang bukti. Kalau saksi dan barang bukti yang disodorkan kuat, saya kira hakim akan sulit mengambil keputusan yang jauh dari rasa keadilan masyarakat, ujarnya.

Untuk mendorong usaha eksekutif menegakkan hukum, terutama dalam hal memberantas korupsi, Wila mengusulkan pers lebih rinci menyampaikan alasan putusan majelis hakim dan tuntutan jaksa berdasarkan bukti dan saksi yang disodorkan. Jadi jangan hanya mengutip reaksi kalangan DPR dengan pilihan pernyataan yang keras saja, tetapi juga harus diimbangi kedua hal tadi-alasan keputusan majelis hakim serta saksi dan bukti yang disodorkan jaksa-sehingga jelas siapa yang menjadi sumber rasa ketidakadilan masyarakat, kata Wila mengingatkan.

Hakim Pengadilan Negeri Medan Binsar Gultom yang mengirim tanggapan tertulis kepada Kompas meminta putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan jangan terlalu dipolitisasi. Putusan itu belum final. Baca dululah pertimbangan hukum putusannya. Kan masih ada upaya hukum kasasi ke MA. Justru dengan adanya putusan bebas tersebut menjadi introspeksi bagi pihak penyidik agar lebih profesional dalam melaksanakan tugasnya, tidak sembarangan menangkap/menahan orang, tulisnya. (sut/nit/win/son/idr/bdm)

Sumber: Kompas, 18 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan