Soal Korupsi, Kolor Sakti Datangi DPRD Sidoarjo [13/08/04]

Aktivis yang tergabung dalam Barisan Rakyat (BARAK) melakukan aksi unjuk rasa di dalam gedung DPRD Pemkot Sidoarjo memprotes kasus tindak pidana korupsi sebesar Rp 21 miliar lebih.

Beberapa di antara mereka yang berunjuk rasa itu hanya mengenakan celana kolor sehingga disebut kolor sakti lalu masuk ruang gedung DPRD kota itu, Rabu (11/8).

Aksi unjuk rasa dengan hanya mengenakan celana dalam itu sebagai ilustrasi para wakil rakyat yang korupsi itu, benar-benar tidak tahu malu.

Karena itu, para kolor sakti itu pun membagi-bagikan amplop yang mengambarkan kerakusan anggota DPRD sering menerima amplop dari sana sini tanpa memikirkan rakyat.

Mereka juga membawa poster yang isinya antara la-in bertuliskan. DPRD Sidoarjo tidak tahu malu mengorupsi uang rakyat,. Pada saat memasuki gedung dan membagi-bagikan amplop kepada anggota dewan , aktivitas Barak berlangsung dengan tertib. Tidak ada perlawanan dari petugas sekretariat dewan maupun dari anggota dewan.

Usai melakukan aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Sidoarjo, aksi Barak dilanjutkan ke Kantor Kejaksaan Negeri Sidoarjo serta Pengadilan Negeri Sidoarjo, karena pada saat yang bersamaan tengah berlangsung pemeriksaan dua orang saksi, Imron Syukur dan Abd Mukadar, keduanya Wakil Ketua DPRD setempat dalam kasus korupsi dengan tersangka Ketua DPRD Sidoarjo, Utsman Ikhsan sebesar Rp 21 miliar lebih.

Dalam pemeriksaan terdahulu sudah didengar dua orang saksi antara lain Kabag Umum Sekretariat Dewan DPRD Sunaryato serta Kabag Keuangan Pemkab Sidoarjo Nunuk Ariyani.

Tidak Fair
Koordinator BARAK , Alexander Haris kepada wartawan menjelaskan, kehadirannya di gedung DPRD Sidoarjo untuk membuktikan keprihatinan masyarakat terhadap kasus korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.

Sementara kepada aparat penegak hukum, terutama kejaksaan negeri agar mengusut anggota dewan lainnya serta saksi-saksi yang terkait dalam kasus itu ditingkatkan menjadi tersangka, karena tidak fair jika korupsi hanya dibebankan kepada seorang tetapi dinikmati banyak orang,katanya.

Seperti diberitakan harian ini, kasus tindak pidana korupsi yang merugikan negara itu dengan modus operandi melakukan kegiatan fiktif dalam sektor peningkatan SDM.

Selama tahun 2001 sampai 2003, setiap anggota mendapatkan bagian uang sebesar Rp 250 juta lebih dan unsur-unsur pimpinan dewan mendapatkan sekitar Rp 500 juta. (029)

Sumber: Suara Pembaruan, 13 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan