Soal Biaya Haji; Timtas Tipikor Layak untuk Menyelidiki

Gebrakan Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuch Basyuni memberantas korupsi di tubuh Departemen Agama (Depag) akhir-akhir ini cukup mendapat simpati publik. Berkat dukungan jajarannya dan aparat terkait, kini para tersangka kasus korupsi dana abadi umat (DAU) itu mendekam di 'hotel prodeo' sampai menunggu proses hukum lebih lanjut.

Namun, komitmen Menag tersebut mendapat ujian, khususnya menyangkut laporan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) 2005 yang mendapat sorotan Komisi VIII DPR. Tiga fraksi (F-PDIP, F-PG, dan F-PAN) menemukan indikasi penyimpangan dalam laporan BPIH 2005 (Media, 5/7).

F-PDIP dan F-PG kelihatan ngotot agar kasus dugaan penyimpangan BPIH 2005 diusut tuntas dengan melibatkan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor).

Menurut Ketua Panja (Panitia Kerja) BPIH Komisi VIII DPR KH Hanief Ismail (F-PKB), sejauh ini fraksi-fraksi di komisi tersebut belum membuka kekurangan-kekurangan laporan BPIH 2005, karena terdapat kekeliruan persepsi tentang laporan pemondokan di Arab Saudi.

Para petugas pemondokan Indonesia di Arab Saudi pernah memberitahukan adanya sisa dana pemondokan. Namun, pelapor petugas Depag di Arab Saudi tidak tahu penggunaan sisanya untuk apa, apakah masuk DAU atau untuk pembayaran awal (DP) pemondokan penyelenggaraan ibadah haji 2006, ungkap KH Hanief Ismail kepada Media, Kamis (7/7) di gedung MPR/DPR.

Sebenarnya, lanjut dia, hal ini bukan penyimpangan, melainkan terjadi salah penafsiran mengenai adanya sisa dana pemondokan pada BPIH 2005 yang selisihnya mencapai Rp20 miliar lebih. Yang dilaporkan petugas pemondokan di Arab Saudi, plafon awalnya 1.600 real, namun realisasinya 1518 real dan Menag meralat kembali karena ada penggunaan biaya 50 real untuk petugas pelayanan (khadamat) sehingga menjadi 1.568 real.

Saya pernah menanyakan sisa dana pemondokan ini kabarnya digunakan untuk penggunaan pembayaran awal atau down payment (DP) penyelenggaraan ibadah haji 2006, ujar anggota Partai Kebangkitan Bangsa ini seraya menambahkan pihaknya akan secara ketat memantau dari waktu ke waktu penyelenggaraan ibadah haji agar tidak terjadi kebocoran dan penyimpangan.

Anggota Komisi VIII DPR Irsyad Djuaeli (F-PG) menilai laporan BPIH 2005 yang mengalami beberapa kali perubahan, khususnya mengenai biaya pemondokan, merupakan permainan dan akal-akalan 'anak buah' Menag. Kalau Menag Maftuch Basyuni kita tahu komitmennya bagus, namun anak buah di bawahnya seperti para petugas pemondokan Depag di Arab Saudilah yang banyak bermain. Sekarang mereka ketahuan belangnya dengan adanya selisih dana pemondokan Rp20 miliar lebih itu, kata Irsyad.

Dia mendesak adanya dugaan penyimpangan laporan BPIH 2005 melibatkan Timtas Tipikor. Saya kira cukup layak Timtas Tipikor menyelidiki dugaan penyimpangan laporan BPIH 2005 ini agar jelas masalahnya, kata anggota Partai Golkar dari wilayah Banten ini.

Dia mengingatkan Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Depag agar tidak membuat laporan BPIH 2005 yang menelan waktu hingga enam bulan, sebab laporan BPIH 2006 harus masuk Komisi VIII DPR paling lambat sebulan setelah penyelenggaraan musim haji.

Rawan 'mark up'
Untuk komponen BPIH 2006, Irsyad juga mengingatkan komponen katering, pemondokan harus dipantau terus karena rawan terjadinya mark up. Buktinya laporan BPIH 2005 untuk pemondokan ulah anak buah Menag ketahuan dengan adanya selisih miliaran rupiah, tukasnya.

Cecep Rukmana dari F-PAN menambahkan hingga kini Komisi VIII DPR belum menerima laporan resmi Depag mengenai BPIH 2005. Menurutnya, semua realisasi pelaksanaan BPIH 2005 harus dijelaskan termasuk selisih angka pada laporan pemondokan yang mencapai miliaran rupiah itu.

Dia juga mempersoalkan laporan penggunaan subsidi APBN Rp60 miliar untuk perobatan yang penggunaannya justru untuk memberi makanan para jemaah. Sebenarnya komponen perobatan sudah termasuk pada BPIH 2005, tetapi kenapa dana subsidi Rp60 miliar diperuntukkan untuk perobatan juga dan akhirnya penggunaannya pun tidak jelas malah bagi penggunaan makanan, ujarnya.

Sementara itu, Menag Maftuch Basyuni usai acara pelantikan para Rektor IAIN di kantor Depag, Jakarta, Kamis (7/7) menandaskan pihaknya siap di konfrontasi oleh tim investigasi Komisi VIII DPR mengenai dugaan penyimpangan BPIH 2005.

Saya siap memberi keterangan dan laporan lengkap BPIH 2005 dengan mitra kami di Komisi VIII DPR, tegasnya. Kalangan DPR hendaknya jangan merasa terlalu benar, dan Depag juga belum tentu pada pihak yang salah, tambahnya.

Menjawab pertanyaan mengenai rencana sebagian anggota Komisi VIII DPR melibatkan Timtas Tipikor menyelidiki dugaan penyimpangan BPIH 2005, dia menyatakan Depag tidak akan kebakaran jenggot dan akan berupaya memberi penjelasan resmi.

Namun, dia berkilah saat disinggung posisi Irjen Depag Slamet Rianto yang menjabat sebagai Komisaris di PT Garuda Indonesia--namun dinilai Komisi VIII DPR tidak dapat berbuat banyak dalam melobi pihak Garuda--sehingga BPIH 2006 mengalami kenaikan. Slamet Rianto, kata Menag, juga seorang manusia yang memiliki keterbatasan.

Saya kira dia bertanggung jawab pada tugasnya dan telah berupaya melobi pihak-pihak terkait di Garuda termasuk saya agar tidak terjadi kenaikan BPIH 2006. Namun, kenyataannya pihak Garuda tetap bersikukuh dengan pendiriannya sehingga BPIH 2006 terpaksa mengalami kenaikan, tukas Menag. (Bay/H-5)

Sumber: Media Indonesia, 12 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan