Soal 'Amplop' Pansus Aceh, Ma'ruf Lapor KPK

Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi tentang pengembalian uang amplop DPR kepada kas negara.

Dengan pemberitahuan pengembalian ini, KPK menganggap kasus pemberian honorarium kepada anggota Pansus RUU Pemerintahan Aceh--merupakan gratifikasi--masing-masing sebesar Rp 5 juta dianggap selesai, kata Johan Budi S.P., juru bicara KPK, kepada Tempo kemarin.

Surat bernomor 900/1243/SJ yang ditujukan kepada Ketua KPK tersebut, dia melanjutkan, juga memuat laporan bahwa pada 11 Mei 2006 departemen ini menerima pengembalian honorarium pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh dari Ketua Pansus RUU PA Ferry Mursyidan Baldan sebesar Rp 245 juta.

Surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri Progo Nurdjaman itu juga berisi pemberitahuan telah disetorkannya uang pengembalian tersebut ke kas negara pada 13 Juni lalu. Surat pemberitahuan Menteri Dalam Negeri kepada Ketua KPK tersebut dilampiri tanda terima penerimaan uang Rp 250 juta dari Departemen Dalam Negeri kepada Ketua Pansus dan tanda terima pengembalian uang Rp 245 juta dari Ketua Pansus RUU PA kepada Departemen Dalam Negeri. Selain itu, disertakan bukti surat setoran penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 245 juta.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pansus RUU PA melalui ketuanya pada 13 April menerima uang honorarium. Uang lelah itu terkait dengan pembahasan RUU PA. Berkaitan dengan hal itu, beberapa waktu lalu KPK mengirimkan surat kepada Ketua DPR dalam kaitan dengan penerimaan uang oleh anggota Pansus RUU PA. Surat tertanggal 15 Mei tersebut memuat pemberitahuan bahwa penerimaan uang itu merupakan gratifikasi yang harus dilaporkan kepada KPK.

Meski sudah dianggap selesai, Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengingatkan kembali kepada para penyelenggara negara agar secara jujur dan saksama melaporkan setiap pemberian dalam bentuk apa pun kepada KPK, karena hal itu adalah gratifikasi. Jika tidak dilaporkan kepada KPK, maka gratifikasi tersebut dianggap sama dengan suap, yang merupakan delik pidana korupsi.

Pada pasal 12 C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa setiap penyelenggara negara wajib menyampaikan laporan tentang gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Penyampaian laporan diharuskan paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima. Aqida Swamurti

Sumber: Kompas, 20 Juni 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan