Soal Aliran Dana BI; Syahril Sabirin Mengaku Atas Persetujuannya
Mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin mengakui pengeluaran dana Rp 15 miliar untuk bantuan hukum kepada tiga mantan direksi BI yang terlibat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Maret 2003 atas persetujuannya. Mereka adalah Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo.
Saya memang menyetujui pengucuran dana Rp 15 miliar, tapi semua itu berdasarkan beban anggaran BI, kata Syahril setelah diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi selama tujuh jam sejak pukul 11.00 WIB, Rabu lalu.
Gubernur BI periode 1999-2003 itu menegaskan semua dana yang keluar pada masa kepemimpinannya resmi, tercatat, dan berdasarkan aturan, yakni Peraturan Dewan Gubernur Tahun 2002. Peraturan tersebut telah ada sejak 2000, lalu direvisi pada 2002.
Peraturan itu memberikan bantuan hukum kepada pejabat ataupun mantan pejabat yang dipermasalahkan secara hukum waktu menjalankan tugasnya, ujarnya.
Syahril diketahui pernah memimpin rapat Dewan Gubernur BI pada 20 Maret 2003, yang memutuskan pemberian dana Rp 15 miliar kepada tiga mantan direksi BI. Keputusan rapat ditandatangani oleh Deputi Gubernur Senior BI Anwar Nasution dan jajaran Deputi Gubernur BI, yakni Miranda S. Goeltom, Aulia Pohan, Bun Bunan J. Hutapea, Maman Soemantri, serta Direktur Hukum Oey Hoey Tiong.
Tapi perihal pertanggungjawaban dana tersebut, Syahril menyatakan tidak mengetahui karena telah pensiun pada 17 Mei 2003. Karena itu pula ia menyatakan tidak mengetahui adanya kucuran dana BI melalui Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) pada 3 Juni 2006 sebesar Rp 100 miliar.
Dalam laporan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution kepada KPK disebutkan BI mengucurkan dana melalui YPPI sebesar Rp 100 miliar untuk dua keperluan. Pertama, untuk keperluan bantuan hukum para mantan petinggi BI yang terganjal kasus BLBI sebesar Rp 68,5 miliar. Sisanya, Rp 31,5 miliar, untuk dana diseminasi anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat RI.
Anggota Komisi Keuangan periode 1999-2004 dari Fraksi PDI Perjuangan, Emir Moeis, Rabu lalu menyerahkan data-data kepada Badan Kehormatan DPR atas inisiatif pribadi. Saya datang sendiri karena kelamaan nunggu nggak dipanggil-panggil, kata Emir melalui telepon.
Data yang disampaikan antara lain tentang kepengurusan Komisi Keuangan DPR tiap periode serta beberapa notulasi rapat Komisi Keuangan DPR dan panitia kerja pembahas Rancangan Undang Undang BI.
Emir menegaskan dirinya tidak menerima uang dari BI. Alasannya, ia sudah dipindahkan ke Komisi Keuangan ketika rancangan undang-undang hampir disahkan. Kejadian itu Maret, saya masuk September, ujarnya. Penegasan serupa disampaikan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta.
Menurut Emir, seharusnya Badan Kehormatan mencari anggota DPR yang menandatangani tanda terima uang dari BI dan menelusuri anggota DPR yang menerima langsung uang Rp 31,5 miliar dari pejabat BI.Purborini | KURNIASIH BUDI
Sumber: Koran Tempo, 11 Januari 2008