Soal Abdullah Puteh; KPK Akan Jelaskan Permintaan kepada Presiden [19/07/04]
Sampai saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi tetap berpegang pada permintaannya kepada Presiden RI Megawati Soekarnoputri untuk memberhentikan sementara Abdullah Puteh dari jabatannya sebagai Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam. Permintaan yang didasari pertimbangan untuk memperlancar penyidikan itu akan dibicarakan dalam pertemuan KPK dengan Presiden yang dijadwalkan berlangsung di Istana Negara, Senin (19/7).
Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas menyampaikan hal itu seusai acara diskusi tentang KPK di Jakarta, Sabtu (17/7). Presiden meminta penjelasan kepada KPK tentang pemberhentian sementara seperti yang kami minta. Kami akan menjelaskan hal itu, namun tetap berpegang pada aturan perundangan yang ada di UU Nomor 30 Tahun 2002, tuturnya.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 Ayat (1) huruf e disebutkan, dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK berwenang memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya. Kendati demikian, tidak diatur mengenai sanksi yang dapat dijatuhkan jika pimpinan atau atasan tersangka yang bersangkutan tidak bersedia mematuhi perintah KPK.
Dalam jawabannya semula, Megawati menegaskan bahwa hanya ada pengangkatan dan pemberhentian seorang gubernur, sedangkan pemberhentian sementara tidak dikenal. Namun, Erry menegaskan, permintaan KPK tersebut semata-mata demi kelancaran penyidikan, atas pertimbangan yang disampaikan oleh penyidik. Sementara pertimbangan lain diserahkan kepada pengambil keputusan.
Yang jelas, dalam proses penyidikan saat ini tidak dikenal surat perintah penghentian penyidikan. Oleh karena itu, proses pemeriksaan tetap berlanjut dan tidak akan dihentikan, ujar Erry.
Tidak paham
Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hamdan Zoelva yang juga hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu mengatakan, memang muncul masalah baru terkait dengan ketentuan pada UU 30/2002 tersebut, yakni atasan dapat memberhentikan sementara pejabat yang ada di bawahnya manakala pejabat itu sedang diperiksa oleh KPK.
Namun, aturan tersebut memang ada dalam UU 30/2002 sehingga pemberhentian sementara tersebut mungkin dilakukan. Jika presiden enggan atau tidak bersedia memberhentikan sementara Puteh dari jabatannya sebagai Gubernur NAD, maka dapat dipertanyakan apakah Presiden sudah membaca secara benar UU 30/2002 yang ditandatanganinya sendiri.
Lebih lanjut Hamdan Zoelva mengatakan, keberadaan aturan pada Pasal 12 UU 30/2002 tersebut dapat mengesampingkan aturan yang lain. Selain itu, tidak ada UU lain yang melarang diberlakukannya pemberhentian sementara seorang pejabat akibat persoalan hukum tertentu.
Pemberhentian sementara ini mutlak dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan. Kalau Presiden tidak mengakui ada pemberhentian sementara, maka Presiden tidak paham dengan UU yang ia tanda tangani, kata Hamdan.
Sementara itu, Koordinator Government Watch (Gowa) Farid Faqih mengatakan, sejauh ini perkembangan kasus korupsi yang menempatkan Puteh sebagai tersangka dalam pembelian helikopter MI-2 sudah berjalan baik. Bahkan, KPK sudah menangani kasus tersebut dengan serius sehingga perkembangannya dapat dikatakan murni sebagai prestasi KPK.
Tapi, pemerintah cenderung melindungi, bukan membiarkan KPK bertindak dan bergerak menyelesaikan kasus ini, tutur Farid Faqih.
Namun, Farid Faqih menyampaikan, rencana pertemuan KPK dengan Presiden hari Senin besok hendaknya dipercaya. Setidaknya, sudah ada upaya dari pemerintah untuk berbuat yang lebih baik daripada sebelumnya. (IDR)
Sumber: Kompas, 18 Juli 2004