Slank Ajukan Judicial Review ke MK

Rabu (06/02) lalu, Slank mengajukan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan Pasal 15 Ayat 2(a) UU Kepolisian yang berbunyi: “kepolisian mempunyai wewenang memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya”. Alasan pengajuan  judicial review adalah banyaknya konser Slank yang tidak diizinkan oleh Kepolisian. 

Menurut polisi, basis fans band rock yang lazim disebut Slankers, dianggap sebagai pihak yang potensial memicu keributan dalam acara karena emosional.

Anggota tim kuasa hukum pemohon, Andi Muttaqien mengatakan Pasal 15 ayat (2) huruf a harus dibatalkan MK karena praktiknya memunculkan ketidakpastian hukum. Definisi ‘keramaian umum’, lanjut Andi, bersifat subjektif tergantung selera pihak penguasa/kepolisian. “Siapapun yang akan mengajukan izin keramaian, kalau penguasa atau kepolisian tidak suka dengan keramaian itu, mereka tidak akan memberikan izin,” ujarnya, demikian dikutip dari situs hukumonline.com.

Slank berharap permohonan uji materi ini menjadi upaya penegakan demokrasi di tanah air,  khususnya bidang kebebasan berekspresi sebagai hak konstitusional warga negara, termasuk ekspresi kesenian yang di dalamnya terdapat aktivitas bermusik.  Bimbim, personil Slank, mengatakan, “Ini akan uji materi, bukan berarti kita musuhin polisi. Inilah dinamika demokrasi, kita berhak untuk bertanya, mengajukan keberatan, mudah-mudahan gak salah paham. Hampir 50 persen polisi, Slankers juga,” selorohnya.

Slank sudah lama terlibat dalam berbagai gerakan sosial. Selain menjadi Duta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat kasus “cicak vs buaya” menghebohkan publik pada 2008, Slank juga  bekerjasama dengan Rumah Sakit Bhayangkara dengan mendirikan pusat rehabilitasi narkoba sejak tahun 2003. Ini diawali semangat memberikan layanan rehabilitasi bagi pecandu narkoba yang tidak mampu membayar mahal. Slank juga mendapat penghargaan sebagai pembayar pajak pertunjukan yang sangat tinggi, dan tidak pernah tidak dibayarkan. Slank juga pernah menjadi duta lingkungan hidup semasa Rahmat Witoelar menjabat Menteri lingkungan hidup. Selain itu, Slank juga didapuk jadi Duta Komodo dan Duta Anti Narkoba.

Slank dikenal juga lewat lagu-lagunya yang kritis terhadap ketidakadilan dan berbagai isu sosial politik, misalnya: "Seperti Para Koruptor", "Gosip Jalanan", dan "Kritis BBM". Slank juga pernah mengeluarkan album berjudul "Slank Antikorupsi" yang menunjukkan keberpihakan Slank sebagai elemen masyarakat yang mendukung pemberantasan korupsi. Salah satu hal menarik dari Slank adalah bahwa mereka tak pernah mau dibayar ketika tampil dalam aksi-aksi antikorupsi.

Sejak 2008 hingga kini, beberapa kali Slank tidak mendapatkan izin konser. Abdee Negara, personil Slank lainnya, menambahkan, “Gak di seluruh Indonesia kita dilarang, malah dapat support dari kepolisian. Tapi pelarangan di beberapa tempat membuat kita gak ada kepastian,” ujarnya.  Ini bukan saja membuat hak konstitusional Slank untuk berekspresi terganggu, tapi juga hak ekonomi. Soal pendapatan memang bukan hanya kepentingan Slank, tapi juga pihak-pihak lain yang menggantungkan hidup dari konser Slank. Seperti promotor, penyedia perlengkapan konser, bahkan pengecer dan penjual kaos dan aksesoris. Menurut Slank, usaha yang dilakukan pihak-pihak yang menggantungkan hidup pada kegiatan Slank, adalah bagian yang terintegrasi dari upaya pemerintah mengembangkan ekonomi kreatif.

Slank juga ingin menggugah kesadaran publik dan juga para pembuat kebijakan dan para politisi agar memperhatikan kepolisian. Berdasarkan pengamatan Slank, keputusan polisi untuk tidak memberikan izin beberapa konser Slank disebabkan kekhawatiran terjadi kerusuhan di konser. Kekhawatiran muncul karena jumlah polisi di Indonesia memang sangat kurang. Apabila jumlah personil kepolisian ditambah, maka polisi bisa menjamin hak konstitusional warga negara dalam kebebasan berekspresi, termasuk dalam melakukan konser musik.

Pelarangan konser atau pembatalan izin merupakan pembatasan atas kebebasan berekspresi. Padahal pembatasan berekspresi hanya bisa dilakukan jika dianggap mengganggu keamanan negara, negara dalam situasi darurat, atau dapat memicu pergesekan antarkelompok, dan menyinggung pihak lain.

Andi Mutaqqien, salah satu kuasa hukum Slank mengatakan, “Seharusnya bukan pelarangan yang harus dikedepankan, tapi polisi menambah personel di konser. Ada beberapa konser Slank tidak diizinkan karena alasannya menganggu keamanan nasional. Masa’ Slank dianggap mengganggu kemanan nasional?” kata Andi. Turut bertindak sebagai kuasa hukum Slank adalah Illian Deta dan Emerson Yuntho dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang sudah kerap kali beraksi bersama Slank dalam sejumlah kegiatan anti korupsi.

Langkah uji materi ditempuh Slank dengan harapan agar hak konstitusional setiap warga negara untuk bebas berekspresi terjamin, dan Polri sebagai pengayom masyarakat menjadi kuat dan profesional. Dengan demikian, Slank bisa terus berkarya dan melanjutkan gerakan sosial yang getol dilakukan band rock ini.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan