SKPP Bibit-Chandra; Chandra: Saya Tidak Takut

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Chandra M Hamzah menegaskan, dirinya tidak takut jika harus diadili terkait dugaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang, seperti yang dituduhkan jaksa berdasarkan laporan Anggodo Widjojo. Ia, dan juga Bibit Samad Rianto, juga tak pernah meminta-minta kepada Kejaksaan Agung untuk menghentikan perkaranya.

”Saya tidak takut jika harus ke pengadilan. Sejak awal saya yakin perkara ini rekayasa. Mahkamah Konstitusi dalam sidang 3 November 2009 sudah memperlihatkan rekayasa itu,” kata Chandra di Jakarta, Jumat (11/6).

Chandra menegaskan, ia tidak pernah bertemu atau berbicara dengan Anggodo atau Ari Muladi, yang disebut-sebut menyerahkan dana kepada pimpinan KPK. ”Jadi, bagaimana kami bisa memeras. Sejak awal, perkara ini tak ada,” katanya lagi.

Terkait dugaan penyalahgunaan wewenang, terkait penerbitan pencegahan, Chandra menyatakan, dia dan Bibit hanya menjalankan apa yang dilakukan pendahulunya di KPK. ”Jika hal itu dianggap salah, mestinya bukan tindak pidana,” katanya.

Seperti diberitakan, Kejaksaan menerbitkan surat keputusan penghentian penuntutan (SKPP) untuk perkara Chandra dan Bibit (Wakil Ketua KPK). SKPP dinilai tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, sesuai permohonan praperadilan dari Anggodo. Jaksa Agung Hendarman Supandji mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan itu (Kompas, 11/6). Anggodo, terdakwa kasus dugaan upaya penyuapan dan menghalangi penyelidikan korupsi oleh KPK, adalah adik Anggoro Widjojo, tersangka korupsi proyek sistem komunikasi radio terpadu di Departemen Kehutanan.

Secara terpisah, Taufik Basari, kuasa hukum Bibit dan Chandra, juga menyatakan siap jika kasus kliennya harus dilimpahkan ke pengadilan. ”Kami tidak pernah takut ke pengadilan. Salah besar kalau ada yang mengira Bibit dan Chandra takut ke pengadilan,” katanya.

Perlawanan selama ini, dalam bentuk menolak sidang, bukan karena takut, melainkan karena kasus Bibit dan Chandra adalah kasus yang direkayasa. ”Mengapa kasus yang jelas direkayasa harus dipaksakan ke pengadilan? Jika ke pengadilan, siapa yang senang? Tentu koruptor dan mafia hukum,” kata Taufik.

MA akan mengkaji

Di Jakarta, Jumat, Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa mengatakan akan mengkaji PK yang diajukan Kejaksaan Agung, terkait putusan praperadilan yang membatalkan SKPP kasus Bibit dan Chandra. MA tak akan menolak perkara sebab hakim tak boleh menolak perkara.

Harifin mengakui, undang-undang menyatakan, praperadilan itu upaya terakhirnya adalah di tingkat banding. ”Namun, jika Kejaksaan mengajukan PK, nanti kami kaji apakah secara formal bisa diterima atau tidak,” ujarnya.

Harifin mengakui, jarang ada pengajuan PK terhadap putusan praperadilan semacam SKPP kasus Bibit dan Chandra. Ditanya apakah kemungkinan besar upaya kejaksaan itu akan ditolak karena UU-nya sudah jelas, Harifin mengatakan, ”Kami akan kaji kalau sudah masuk. Sekarang ini kan baru dikatakan mau mengajukan, belum sampai di MA.”

Harifin juga mengungkapkan, pengajuan PK tidak menunda eksekusi. Namun, apakah kasus Bibit dan Chandra dengan demikian harus dilimpahkan ke pengadilan, hal itu bergantung jaksa.

Harifin mengakui, ada perkara PK praperadilan yang diterima MA. Namun, hal itu dalam rangka pengawasan. Karena dinilai menghambat, permohonan itu dianggap tidak sesuai prosedur.

Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, menjelaskan, MA pernah menerima PK terkait praperadilan. PK itu diajukan penyidik Polri dalam kasus Newmount. Pengadilan Jakarta Selatan sebelumnya menerima permohonan praperadilan itu. (aik/idr/ana/why/nwo/tra)
Sumber: Kompas, 12 Juni 2010
 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan