Sita Aset Koruptor Terhambat Negara Maju
Konferensi Antikorupsi Sedunia di Nusa Dua, Bali, diwarnai perdebatan soal mekanisme pengembalian aset (asset recovery) koruptor. Pertentangan menajam antara negara berkembang dan negara maju tempat aset ditampung.
Ketua Panitia Konferensi Eddy Pratomo mengungkapkan, ada dua kubu yang punya kepentingan berbeda dalam isu krusial itu. Di satu sisi, kelompok Tiongkok bersama negara berkembang (G77), termasuk Indonesia, menginginkan ada mekanisme asset recovery yang mengikat semua negara, baik negara yang minta pengembalian aset maupun negara tempat aset ditampung. Kita ingin negara maju membuka akses data agar mekanismenya lebih cepat. Mereka punya data, ujarnya kepada pers di Bali International Convention Centre (BICC) kemarin (30/01).
Di sisi lain, kelompok negara-negara maju yang beranggota Kanada, Norwegia, Amerika Serikat, dan Swiss hanya menawarkan pelatihan (technical assistance) dan tak mau membuka data aset yang diduga hasil kejahatan. Mereka menolak rezim mutual legal assistance (MLA) yang menjadi alternatif mengatasi perbedaan yurisdiksi antara beberapa negara.
Buntutnya, lanjut Eddy, dua kubu itu punya rencana resolusi (renres) masing-masing. Indonesia menginginkan jalan tengah. Kita ingin kedua renres itu dikawinkan. Agar ada sesuatu yang disahkan dari Bali, tambahnya. (ein/kim)
Sumber: Jawa Pos, 31 Januari 2008