Sistem Ijon Harus Masuk dalam Delik Penyuapan

Delik penyuapan di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi harus diperluas. UU itu harus juga menjerat sistem ijon, di mana proses hubungan antara si pemberi dan penerima suap telah terjadi jauh sebelum pemberi suap mengalami masalah hukum.

Hal ini diungkap pakar hukum pidana Universitas Indonesia Rudy Satriyo Mukantardjo dalam seminar dan lokakarya Implementasi UN Convention Against Corruption dalam mewujudkan Indonesia Bebas Korupsi yang diadakan Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (12/7). Hadir juga pembicara lain, Romli Atmasasmita, pakar hukum pidana Universitas Padjadjaran, Chairul Huda dari Universitas Muhammadiyah, dan Bambang Widjojanto.

Rudy mencontohkan pedoman perilaku hakim yang dikeluarkan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan soal pemberian hadiah. Hakim diperbolehkan menerima hadiah, sepanjang tak memengaruhi kinerjanya dan nilai hadiah dalam kategori wajar. Bagaimana jika kalau si hakim itu terkena sistem ijon. Artinya, sejak si hakim belum apa-apa atau sejak si pemberi hadiah belum punya perkara, dia banyak memberikan hadiah kepada hakim. Jadi, sudah dipastikan saat si pemberi mempunyai kasus, maka tak diperlukan pemberian uang lagi, hakim pun akan memutus sesuai keinginan pemberi karena utang budi, kata Rudy.

Sistem ijon ini tidak terjangkau dalam pedoman perilaku hakim yang dibuat MA, tetapi jelas dapat dipastikan akan mempunyai pengaruh terhadap kinerja hakim. Ini lubang dari hukum kita yang tidak terangkum dalam UU Tipikor. Pasal 12 B soal gratifikasi itu harus diperluas, kata Rudy.

Romli Atmasasmita menjelaskan, meskipun di dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi telah dicantumkan pasal pembuktian terbalik, pasal ini belum digunakan baik oleh kejaksaan maupun pengadilan karena memang belum ada hukum acaranya.

Bambang Widjojanto menyoroti perlunya waris pidana untuk menjerat pola-pola canggih pengalihan aset dalam korupsi. Jadi, siapa pun yang menerima pengalihan aset ini bisa ikut dijerat, kata Bambang. (vin)

Sumber: Kompas, 13 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan