Sistem Honor Birokrasi Terlalu Boros

Kemendagri Terus Berupaya Menertibkan

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M. Jasin memandang buruknya reformasi birokrasi disebabkan birokrat selama ini terlalu boros memberikan honorarium kepada pegawainya. Menurut dia, honor lebih baik diberikan dalam satu jenis, yakni tunjangan prestasi kerja.

''Kalau memang institusi birokrasi komitmen dan konsisten dalam menegakkan reformasi birokrasi, sebaiknya jangan terlalu boros,'' kata Jasin saat dihubungi wartawan kemarin (1/7).

Menurut dia, saat ini banyak bentuk dan jenis honor yang diterima pegawai negeri sipil (PNS). Honor yang banyak tersebut, lanjut Jasin, rawan menjadi bahan proyek yang merugikan keuangan negara. Sebab, negara dibebani berbagai pengeluaran yang sebenarnya tidak terlalu mendesak.

Jasin meminta Kemendagri menata ulang pemberian honor di lingkungan birokrat tersebut. ''Setahu saya, saat menjabat bupati Solok Sumbar, Gamawan Fauzi (Mendagri, Red) sudah memelopori pemangkasan jenis honor. Tapi, waktu menjadi menteri kok itu tidak dilakukan lagi,'' kata Jasin.

Dia lantas mencontohkan, sistem tunjangan di kantor KPK. Di KPK, hanya ada satu jenis honor, yakni honor prestasi kerja. Honor itu diberikan akhir tahun. ''Penentuannya lewat performa kerja,'' ujar Jasin. Menurut dia, honor dengan penilaian kerja bakal lebih fair. ''Tidak seperti yang terjadi sekarang di kalangan birokrat. Mau yang malas dan rajin sama-sama mendapatkan honor. Itu kan tidak adil,'' katanya.

Menanggapi kritik tersebut, Kapuspen Kemendagri Saut Situmorang mengatakan, pihaknya terus berupaya merasionalisasi honor-honor birokrat. Menurut dia, rasionaliasi itu merupakan langkah baik untuk menghemat uang negara. Namun, perlu diingat tentang kondisi pegawai yang sesungguhnya. Misalnya, dengan memperhatikan jabatan, masa kerja, dan prestasinya. Dia lantas mencontohkan, seorang pegawai negeri memiliki masa kerja 31 tahun bergaji Rp 2 juta. ''Mau apa dengan Rp 2 juta itu kalau hidup di Jakarta,'' katanya. Karena itu, lanjut Saut, jika birokrat dianggap terlalu royal, itu hanya bersifat relatif. ''Yang penting, honor layak diberikan jika terkait kinerja,'' imbuhnya.

Untuk itu, lanjut Saut, Kemendagri mendukung pemberian honor yang berbasis kinerja. ''Jangan sampai pegawai yang malas juga mendapatkan honor sama dengan pegawai yang benar-benar bekerja keras,'' jelas Saut.Rasionalisasi honor dan penghasilan, kata Saut, adalah bagian reformasi birokrasi. Muaranya ialah menuju single salary system. (kuh/c4/agm)
Sumber: Jawa Pos, 2 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan