Sisi Lain Tim Delapan Mengurai Benang Kusut Perseteruan KPK-Polri

tim8Pagi Buyung Yoga, Anis Sempatkan Bertemu Anak

Tim Delapan tampil sebagai "penengah" dalam perseteruan antara KPK dan Polri. Mereka bekerja siang malam untuk mengurai benang kusut kasus menghebohkan itu. Inilah sisi lain kerja mereka.

ANGGIT-NAUFAL, Jakarta

LIMA hari terakhir, Kantor Wantimpres berubah menjadi ramai setelah Presiden SBY memutuskan membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) atau yang dikenal dengan Tim Delapan untuk memverifikasi kasus Chandra dan Bibit. Maklum, kantor yang menempati bekas gedung Dewan Pertimbangan Agung (DPA) itu menjadi markas tim yang diketuai Adnan Buyung Nasution.

Setiap "menginterogasi" pihak terkait, Tim Delapan menggunakan aula yang terletak di lantai dua. Ruang tersebut berisi barisan kursi yang ditata saling berhadapan di empat sisinya. Para anggota berada di barisan kursi yang menghadap pintu utama.

Selain delapan kursi yang diduduki anggota Tim Delapan, di belakangnya masih berjajar deretan kursi yang diisi para staf tim. "Mereka yang menyiapkan bahan-bahan sebelum kami melakukan klarifikasi," kata Anies Baswedan, anggota Tim Delapan.

Di sisi yang berseberangan atau membelakangi pintu adalah tempat duduk pihak-pihak yang diperiksa.

Rektor Universitas Paramadina itu menuturkan, tim bukan tanpa amunisi setiap akan melakukan pertemuan dengan pihak terkait. Delapan anggota tim berdiskusi lebih dulu untuk menentukan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Bahan diskusi itu disiapkan oleh staf yang sudah mengumpulkan data. "Sebelum masuk ruang (aula) diskusi dulu, sekitar setengah jam," urai Anies.

Saat proses klarifikasi yang berlangsung tertutup, Anies mengungkapkan, format yang dipakai tidak pakem. Kadang tim langsung mengajukan pertanyaan, tapi kadang didahului dengan paparan dari pihak terkait. "Bergantung siapa yang dimintai keterangan. Kalau mereka minta menjelaskan dulu, kita beri waktu tiga sampai lima menit," ungkapnya.

Aktivitas tim dalam memverifikasi kasus Chandra-Bibit memang sangat padat. Anies mengatakan, setiap hari tim harus sudah berada di kantor Wantimpres sekitar pukul 09. 00 WIB. Seminggu terakhir ini, semua anggota tim meninggalkan rutinitas kesehariannya. "Tidak ada yang ngantor," katanya.

Termasuk Anies yang menjadi rektor Universitas Paramadina. "Kalau butuh tanda tangan, sampai dibawa ke sini (kantor Wantimpres, Red)," terangnya.

Soal ketahanan fisik, Anies mengaku tidak memiliki resep tertentu. Dia hanya perlu menyempatkan diri bertemu anak-anaknya sebelum berangkat bertugas. "Kalau malam kan tidak mungkin, pulangnya selalu larut," urai Anies.

Terkait fisik, Anies secara pribadi memuji performa Adnan Buyung. "Bang Buyung itu luar biasa, seperti nggak capek, padahal sudah tidak muda lagi," katanya seusai melakukan klarifikasi dengan Kapolri.

Tidak hanya Tim Delapan dan stafnya yang sibuk. Petugas di Kantor Wantimpres juga ikut kewalahan dengan tugas Tim Delapan, terutama petugas pengamanan. Maklum saja, mereka harus mengatur para wartawan yang selalu berebut untuk bisa mendekat ke anggota tim atau pejabat yang diperiksa.

Dalam proses klarifikasi, pintu aula "dibuka" menjelang acara dimulai. Para wartawan dan juru kamera diizinkan masuk untuk mengambil gambar. Biasanya sekitar tiga hingga lima menit. Lantas pintu ditutup. Seusai klarifikasi, pintu dibuka lagi untuk penyampaian keterangan pers.

Setelah lima hari bekerja tanpa henti, Tim Delapan yang dipimpin Adnan Buyung Nasution itu berhasil merumuskan kesimpulan sementara untuk disampaikan kepada Presiden SBY. Apa isi rekomendasi tersebut memang belum diungkap ke publik. Tim Delapan hanya memberikan gambaran umum isi laporan sementara itu.

Yang perlu mendapat apresiasi adalah dedikasi anggota tim tersebut. Mereka bekerja maraton, pagi, siang, hingga malam. Dibutuhkan stamina prima untuk melakukan aktivitas sepadat itu. Padahal, sebagian anggota tim adalah orang-orang yang sangat senior. Di sana ada Adnan Buyung Nasution yang kini berusia 75 tahun. Juga mantan Kapolda Jatim Koesparmono Irsan, yang berusia 66 tahun.

Setiap hari keduanya harus menjalankan rutinitas ekstrapadat dan menguras energi serta pikiran. Minimal, pukul 09.00 hingga pukul 22.00. Rampung mewawancarai banyak orang yang terkait kasus menghebohkan itu, mereka masih harus menyimpulkan hasil verifikasi hari itu. Esok paginya, mereka kembali melaksanakan rutinitas serupa. Kadang mereka harus mengurangi jadwal tidur.

Yang mereka wawancarai juga bukan sembarang orang. Mulai Kapolri, Jaksa Agung, hingga sosok yang menjadi sorotan semua media, gara-gara rekaman percakapannya dibeber di Mahkamah Konstitusi, Anggodo Widjojo.

Buyung mengaku ikhlas melakukan semua itu demi mengurai silang sengkarut penegakan hukum Indonesia, khususnya antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri. Dia mengungkapkan, kunci Tim Delapan dalam menyelesaikan kasus itu adalah keikhlasan.

"Saya ini hanya berjuang. Kemudian saya berikhtiar semoga bisa menyelesaikan semua persoalan ini," ungkap Buyung kemarin. Di sana Buyung tak hanya mengetuai tim. Lebih dari itu, dia harus mampu ngemong anggota tim lainnya. Sebab, semua anggota tim merupakan orang-orang hebat di bidangnya.

Buyung mengungkapkan, dirinya memiliki trik khusus untuk menjaga stamina. Setelah menunaikan salat Subuh, Buyung biasanya menyempatkan diri untuk yoga. Ini dilakukan sejak 40 tahun silam.

"Saya yoga dulu 40 menit. Kalau capek, tidur lagi," ucapnya. Setelah itu, baru dia menjalani rutinitasnya, memverifikasi banyak orang di Wantimpres. Setiap hari Buyung juga harus memastikan tidur pulas lima jam. Karena itu, Buyung sama sekali tak terlihat capek saat memimpin proses verifikasi. Saat anggota lain tampak lelah, Buyung justru paling bersemangat.

Di tengah kepadatan aktivitas verifikasi itu, Buyung juga sempat menunjukkan kemarahannya. Itu terjadi saat verifikasi terhadap Anggodo Widjojo. Saat diminta hadir di ruang verifikasi, Anggodo tak kunjung masuk. Padahal, dia sudah datang di ruang tunggu gedung Wantimpres. Dia hanya mau diwawancarai setelah tim kuasa hukum yang berjumlah 12 orang lengkap. Padahal, sebagian tim kuasa hukumnya masih dalam perjalanan.

Kepada anggota tim kuasa hukum dan penyidik, Buyung sempat naik pitam. "Ini bukan sidang pengadilan. Hadirkan Anggodo sekarang juga. Kalau tidak bisa, saya tutup saja pemeriksaan ini," tegasnya kala itu. Beberapa saat setelah Buyung marah, Anggodo akhirnya bersedia keluar dari ruang tunggu tamu.

Kemarahannya juga terlontar saat kabar pengunduran diri Kabareskrim Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga simpang siur. "Saya tak ingin mundur sementara sampai perkara P-21 (sempurna). Tapi, mundur yang sebenarnya. Kalau tidak begitu, tidak ada artinya semua ini," tegasnya.

Namun, sikap keras si Abang ini tak sepenuhnya diterima banyak kalangan. Ada pula unjuk rasa yang meminta pembubaran Tim Delapan. "Banyak juga unjuk rasa. Bilang tim ini tidak konstitusional," jelasnya. Namun, hingga sekarang dia mengaku tak ada ancaman yang datang kepadanya soal keberadaan tim itu. "Itu semua sudah risiko yang harus saya hadapi," ungkapnya. Buyung berpegang teguh bahwa tim ini akan memberikan nuansa lain, tidak semata-mata terkungkung aturan legal formal dalam persoalan KPK-Polri. (nw)

Sumber: Jawa Pos, 10 November 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan