Sikat Mafia Peradilan dari Rekrutmen Hakim

Bagaimana wajah peradilan Indonesia di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)? Apakah salah satu simpul permasalahan dalam sistem hukum Indonesia, yakni mafia peradilan, sudah dituntaskan?

Berbagai persoalan itulah yang diangkat dalam diskusi dan peluncuran buku berjudul Mafia Peradilan, Catatan Kasus Endin Wahyudin terbitan LBH Jakarta di Jakarta kemarin. Direktur LBH Jakarta Uli Parulian Sihombing yang juga duduk sebagai pembicara menyatakan, wajah bopeng peradilan Indonesia sudah sulit ditutup-tutupi.

Menurut dia, mengutip laporan International Commission of Jurist (Komisi Ahli Hukum Internasional) yang berpusat di Jenewa, Switzerland, pada 2004, peradilan Indonesia berada dalam kategori buncit dan paling korup. Posisinya sama dengan Yugoslavia dan Guatemala. Salah satu penyebabnya adalah mafia peradilan. Karena itu, harus ada sikap tegas dalam memberantas mafia peradilan ini, tegasnya.

Andi Samsan Nganro, ketua Pengadilan Negeri Cibinong, yang juga menjadi pembicara mengaku bahwa mafia peradilan memang ada. Kita tak bisa tutup mata. Keadaannya memang begitu, katanya. Proses tersebut, lanjut dia, cukup rumit dan melibatkan banyak pihak dalam sebuah proses peradilan. Mafia itu bekerja mulai penyidik (polisi), penuntut umum (jaksa), pengacara, hingga hakim.

Salah satu penyebabnya terjadi saat proses perekrutan calon hakim. Seleksi calon hakim harus diperketat. Mereka yang bisa menjadi hakim hanya mereka yang berkomitmen tinggi, jelasnya. Selain itu, dia meminta agar pihak-pihak yang beperkara tidak menggoda para pemutus keadilan dengan iming-iming sesuatu.

Selain itu, kata Andi, harus ada semacam pengawasan internal dan eksternal untuk mengawasi kinerja para hakim tersebut. Dengan demikian, diharapkan wajah pengadilan yang bersih bisa diwujudkan.

Bambang Widjojanto, pengamat hukum yang juga ketua Dewan Pengarah Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, mengungkapkan, kondisi hukum di Indonesia saat ini sebenarnya sudah lumayan dibandingkan sebelumnya. Salah satu contohnya adalah niat yang dilakukan kejaksaan untuk mengevaluasi beberapa kasus masa lalu. Secara normatif, kondisi hukum kita saat ini secara materiil sudah lumayan, ungkapnya. (naz)

Sumber: Jawa Pos, 21 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan