Sikap DPRD Kota Pecah; Soal PAK II, Ada yang Manut dan Tolak Peni [19/08/04]

Sikap DPRD Kota Malang yang ngotot akan merevisi dan mem-PAK yang kali kedua APBD 2004 akhirnya pecah. Sikap itu terkait dengan ketegasan Wali Kota Peni Suparto yang menolak PAK II. Alasannya, PAK II tidak lazim dilakukan dalam pemerintahan.

Perpecahan sikap itu salah satunya ditunjukkan Fraksi Gabungan DPRD Kota Malang. Beberapa anggota fraksi memilih tidak lagi mempermasalahkan sikap Peni. Buat apa ngotot, masa jabatan kami kan sudah mau habis. Terserah wali kota saja-lah, kata Sekretaris FGab DPRD Kota Malang Bambang Dwijo Setyolelono.

Bagi anggota dewan, sambung dia, yang terpenting legislatif sudah minta eksekutif melakukan revisi APBD perihal pencabutan konsideran PP 110/2000 tentang kedudukan dan keuangan DPRD dari APBD 2004. Namun, jika eksekutif tidak mau merevisi APBD dan melakukan PAK II, bagi dewan bukan merupakan masalah serius. Kalau memang wali kota tidak mau revisi, ya tidak masalah. Yang penting kami sudah meminta agar diadakan revisi. Jika di belakang hari nsnti ada buntutnya, yang bertanggung jawab harus wali kota. Ia kan ngotot tidak melakukan revisi, padahal ada sesuatu yang tidak pas, papar anggota Komisi D DPRD kota.

Hal senada juga disampaikan Achmad Subchan. Anggota Komisi A dari FGab ini menilai permintaan dewan yang ingin mencabut PP 110 dari konsideran APBD 2004, karena pada kenyataannya PP tersebut sudah dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Agung (MA) melalui judicial review. Makanya silakan saja wali kota bersikap seperti itu. Kami kan hanya meminta revisi karena PP 110 tersebut sudah tidak berlaku, ujar politisi asal PKS ini.

Seperti diketahui, Peni menolak melakukan revisi APBD dan PAK jilid II. Sebab, cara tersebut dianggap tidak lazim dan agak riskan. Peni sendiri beralasan bahwa sampai saat ini hasil PAK yang terdahulu masih belum disoasialisasikan kepada kepala-kepala dinas di pemkot. Karena itu, Peni berharap agar semua pihak dalam mengambil keputusan harus melalui kajian dan pemikiran panjang. Salah satunya, kelebihan pos anggaran DPRD yang dievaluasi gubernur akan dimasukkan eksekutif ke sisa anggaran.

Langkah Peni yang tidak melakukan revisi dan PAK II itu didukung anggota komisi D Bido Suasono. PAK II memang tidak ada dalam peraturan perundang-undangan. Saya kira PAK II memang tidak lazim dan terlalu dipaksakan, ucap Bido.

Satu-satunya cara untuk menyikapi surat evaluasi gubernur adalah mempertanggungjawabkannya dalam laporan pertanggungjawaban akhir tahun. Langkah wali kota sudah benar, itu dilakukan untuk menyelamatkan anggota DPRD dari pertanggungjawaban, tegas Bido.

Pertanggungjawaban apa yang dimaksud? Ya kalau ada penerimaan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rakyat kan bisa menerjemahkan sendiri, kata politisi PDIP ini diplomatis.

Karena itu, dia minta pada eksekutif agar anggaran yang dievaluasi gubernur seperti uang kehormatan dan uang tunjangan kesehatan tidak dicairkan.

Lain lagi dengan Bambang Satrija. Politisi asal Partai Golkar ini mengharapkan agar revisi dan PAK II bisa dilakukan sebelum pelantikan anggota dewan yang baru. Kasihan anggota dewan baru. Ini kan permasalahan anggota dewan lama, seharusnya diselesaikan dewan yang lama, ucap Satrija. (fir)

Sumber: Radar Malang, 19 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan