Sidang Praperadilan Penahanan Let Let dan Walla oleh KPK Sesuai KUHAP

Komisi Pemberantasan Korupsi menjelaskan bahwa dalam melakukan penahanan terhadap Muhammad Harun Let Let dan Tarsisius Walla telah memenuhi ketentuan Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. KPK telah memenuhi dua syarat obyektif dan subyektif sebagaimana tercantum di dalam KUHAP, dan KPK menegaskan, tidak ada seorang pun yang dapat menjamin seorang tersangka atau terdakwa tidak kabur bila tidak ditahan.

Penegasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini terungkap dalam persidangan tuntutan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/1), dengan agenda tanggapan KPK atas tuntutan praperadilan dua terdakwa yang diduga melakukan korupsi di Pelabuhan Laut Tual, Maluku Tenggara. KPK diwakili jaksa Suharto dan I Gusti Bagus Sutrisna.

Suharto saat membacakan tanggapan KPK menjelaskan, berdasarkan Pasal 21 KUHAP, KPK telah memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum di dalam pasal tersebut. Di dalam Pasal 21, perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Syarat obyektif, yakni pelaku tindak pidana lima tahun atau lebih. Di dalam surat perintah tertanggal 4 Januari secara jelas telah memuat pasal-pasal yang membuat terdakwa ditahan. Kedua terdakwa terancam hukuman pidana lebih dari lima tahun sehingga alasan subyektif dan obyektif telah dilakukan penahanan telah terpenuhi dan sah, papar Suharto.

Berkas perkara dua pejabat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) mantan Kepala Bagian Keuangan Dirjen Hubla Muhammad Harun Let Let dan mantan Sekretaris Dirjen Hubla Tarsisius Walla akhirnya dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (13/1). Berkas perkara ini dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK Endro Wasistomo dan Warih Sadono.

Secara terpisah, Kamis pagi, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat digelar persidangan tuntutan praperadilan yang diajukan oleh kedua pejabat di lingkungan Dirjen Hubla ini. Keduanya diwakili oleh Tim Pembela Hukum Pengembangan kawasan Timur Indonesia. Sidang yang dipimpin oleh Martini ini merupakan sidang pertama setelah pada Senin minggu lalu sidang terpaksa ditunda karena ada kesalahan administrasi dalam panggilan sidang. (VIN)

Sumber: Kompas, 17 Januari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan