Sidang Kasus Korupsi Sisminbakum, Jaksa Sebut Keterlibatan Yusril

Kasus dugaan korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Depkum HAM kemarin kembali menyidangkan salah seorang terdakwa. Kali ini, giliran mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Romli Atmasasmita duduk di kursi pesakitan.

Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Romli didakwa empat pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. Empat pasal itu adalah pasal 12 huruf e jo pasal 18 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, pasal 12 huruf e jo pasal 15 jo pasal 18 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan pasal 3 jo pasal 18 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

JPU berpendapat Romli telah mewajibkan notaris membayar lebih dalam pengesahan akta pendirian, persetujuan, atau laporan perubahan anggaran dasar perseroan terbatas melalui PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) serta Koperasi Pengayoman Pegawai Depkeh dan HAM (KPPDK). Biaya lebih itu adalah selain Rp 200 ribu untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Sejak diberlakukan pada 1 Maret 2001 sampai 30 Juni 2002, uang hasil pungutan mencapai Rp 31,53 miliar. ''Pungutan itu dari notaris dengan dalih access fee,'' kata JPU Fadil Zumhana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin (4/5).

Pungutan dari notaris tersebut, kata jaksa, dianggap merugikan negara dan menguntungkan PT SRD. Dari total pungutan, 10 persen menjadi bagian KPPDK. Dari KPPDK, terdakwa menerima Rp 1,31 miliar yang dibagi-bagikan kepada pejabat di lingkungan Ditjen AHU. ''Terdakwa memperoleh Rp 5 juta dan USD 2 ribu,'' ungkap Fadil.

Dia juga mengungkapkan, Romli tidak meminta anggaran lebih dulu ke menteri keuangan untuk pengoperasian sisminbakum. Menurut dia, investasi untuk membangun sisminbakum hanya Rp 512 juta. ''Terdakwa sengaja'tidak mengajukan anggaran ke negara untuk menghindari setoran ke kas negara,'' katanya.

Jaksa menjelaskan, perbuatan Romli dilakukan bersama Dirut PT SRD Yohanes Waworuntu, Ketua KPPDK Ali Amran Djanah, Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra, serta pengusaha Hartono Tanoesoedibjo. Yohanes dan Ali Amran telah berstatus tersangka, sedangkan Yusril dan Hartono Tanoe sebagai saksi.

Menanggapi dakwaan JPU tersebut, Romli mempertanyakan status Yusril dan Hartono Tanoe yang disebut sebagai saksi dalam dakwaan. ''Apa ada pengertian saksi yang lain? Saya didakwa (melakukan perbuatan) bersama saksi. Saya bingung,'' kata Romli. Dia juga menyebutkan, dasar pemberlakuan sisminbakum adalah SK menteri yang saat itu dijabat Yusril. (fal/kum)

Sumber: Jawa Pos, 5 Mei 2009

{mospagebreak title=Romli Diancam 20 Tahun Penjara} 

Romli Diancam 20 Tahun Penjara
"Dakwaan ini untuk saya atau Yusril?" ujar Romli.

JAKARTA -- Terdakwa Romli Atmasasmita mulai diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin. Mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia ini didakwa dalam kasus dugaan korupsi proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum).

Jaksa penuntut umum Fadhil Zumhana dalam dakwaannya menyatakan Romli diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara karena diduga telah merugikan keuangan negara dalam proyek itu hingga Rp 31,539 miliar. "Penerimaan uang tersebut seharusnya wajib disetorkan langsung ke kas negara," ujar Fadhil membacakan dakwaan.

Kasus Sisminbakum bermula pada 2001 ketika Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum menerapkan sistem pelayanan pendirian perusahaan dan badan hukum dari notaris melalui situs http://www.sisminbakum.com. Kebijakan itu, kata jaksa, didasarkan pada surat keputusan Menteri Kehakiman saat itu, Yusril Ihza Mahendra. Dalam penyelidikan jaksa, duit biaya akses permohonan itu tidak diserahkan ke kas negara, melainkan ke rekening PT Sarana Rekatama Dinamika, selaku penyedia jasa aplikasi Sisminbakum, dan pihak Direktorat.

Jaksa Fadhil mengatakan terdakwa Romli melalui PT Sarana Rekatama Dinamika dan Koperasi Pengayoman Departemen Kehakiman mewajibkan notaris membayar Rp 200 ribu per akta. Tapi, dengan sistem ini, ada tambahan biaya access fee. Misalnya pemesanan nama perusahaan harus membayar Rp 350 ribu.

Menurut jaksa, perbuatan itu dilakukan bersama Direktur Utama PT Sarana Yohanes Waworuntu, Ketua Koperasi Pengayoman Ali Amran Djanah, Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra, serta pengusaha Hartono Tanoesoedibjo. Yohanes dan Ali Amran telah ditetapkan sebagai tersangka dengan perkara terpisah. Sementara itu, Yusril dan Hartono menjadi saksi kasus ini.

Menurut jaksa, pemberlakuan Sisminbakum berdasarkan surat keputusan Menteri Yusril. Dia juga menunjuk PT Sarana dan Koperasi Pengayoman sebagai pengelola dan pelaksana Sisminbakum. Dari perjanjian kerja sama, Koperasi Pengayoman hanya mendapat 10 persen dari access fee, sisanya dinikmati PT Sarana.

Tapi, kata jaksa, Romli meminta 60 persen bagian Koperasi Pengayoman untuk Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Duit yang dipungut selama Romli menjabat dari Juli 2001 hingga April 2002 mencapai Rp 31,539 miliar. Dari bagian koperasi, uang yang mengalir ke pejabat Direktorat mencapai Rp 1,316 miliar. Jaksa mengatakan Romli juga menentukan pembagian uang itu kepada pejabat di Direktorat. "Terdakwa memperoleh Rp 5 juta dan US$ 2.000," ujar Fadhil.

Menanggapi hal itu, Romli mengatakan tidak mengerti dengan dakwaan jaksa. "Saya bingung melihat surat dakwaan jaksa," ujarnya. Romli mengatakan, dalam perkara ini dia didakwa bersama-sama dengan Yusril dan Hartono. Tapi, kata Romli, mereka berdua masih sebagai saksi. "Saya ingin penjelasan, dakwaan ini terhadap saya atau Yusril?" kata dia. Sebab, dalam dakwaan jaksa disebutkan Yusril menandatangani surat keputusan sebagai dasar pemberlakuan Sisminbakum. SUTARTO

Jejak Kasus Sisminbakum

Awal Oktober 2008
Kejaksaan mulai menyelidiki kasus dugaan korupsi proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Direktorat Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan HAM

6 November 2008
Kejaksaan menetapkan mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Romli Atmasasmita sebagai tersangka. Kejaksaan juga menetapkan dua direktur jenderal pengganti Romli, yakni Zulkarnain Yunus dan Syamsudin Manan Sinaga, sebagai tersangka.

10 November 2008
Kejaksaan menahan Romli Atmasasmita.

17 November 2008
Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra diperiksa sebagai saksi kasus Sisminbakum.

20 November 2008
Tim Penyidik Kejaksaan menyita uang yang diduga kutipan Sisminbakum Rp 18,4 miliar dari Koperasi Pengayoman.

26 November 2008
Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika Yohanes Waworuntu ditetapkan sebagai tersangka.

24 Desember 2008
Kejaksaan menetapkan mantan Ketua Koperasi Pengayoman Ali Amran Djanah sebagai tersangka.

8 Januari 2009
Kejaksaan menggeledah kantor PT Sarana Rekatama Dinamika.

15 April 2009
Romli dan Syamsudin berstatus tahanan kota.

29 April 2009
Syamsudin Manan Sinaga mulai diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

4 Mei 2009
Romli Atmasasmita mulai diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sumber: Koran Tempo, 5 Mei 2009

{mospagebreak title=Romli Didakwa Rugikan Negara Rp 31,539 Miliar} 

Romli Didakwa Rugikan Negara Rp 31,539 Miliar

Romli Atmasasmita (64), mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Perundang-undangan, Senin (4/5), mulai diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia didakwa mengorupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) sehingga merugikan negara Rp 31,539 miliar.

Tim jaksa, yang beranggotakan Fadil Zumhana, Ali Mukartono, Syahnan, dan Bayu Adinugroho, bergantian membacakan dakwaan. Romli didampingi 15 pengacara, antara lain Denny Kailimang. Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Syahrial Sidik.

Dakwaan jaksa menyebutkan, Romli bermufakat dengan Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Yohanes Waworuntu, Ketua Koperasi Pegawai Pengayoman Departemen Kehakiman (KPPDK) Ali Amran Djannah, Yusril Ihza Mahendra (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia), dan Hartono Tanoesoedibjo (Komisaris PT SRD).

Yohanes dan Ali Amran ditetapkan sebagai tersangka dan disidangkan terpisah. Yusril dan Hartono berstatus saksi.

Dugaan korupsi itu dilakukan dengan mewajibkan notaris membayar lebih hingga mencapai Rp 31,539 miliar. Perbuatan itu dilakukan terdakwa dalam melakukan tugasnya, setiap kali mengesahkan akta pendirian atau persetujuan atau laporan perubahan anggaran dasar perseroan terbatas melalui PT SRD.

Seharusnya, biaya yang dibebankan Rp 200.000 per pemohon. Namun, untuk sistem elektronis melalui Sisminbakum, pemohon pengesahan akta juga wajib membayar biaya akses sebesar Rp 1 juta untuk pendirian dan perubahan badan hukum serta Rp 350.000 untuk pemesanan nama perusahaan.

Pada kurun waktu 1 Maret 2001 sampai 30 Juni 2002, uang hasil pungutan yang terkumpul sebesar Rp 31,539 miliar. Dari jumlah itu, Romli menerima Rp 1,316 miliar pada kurun waktu Juli 2001-April 2002. Uang itu lantas dibagi-bagikan kepada sejumlah pejabat di Ditjen AHU Dephuk dan HAM. (idr)

Sumber: Kompas, 5 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan