Sidang Kasus Korupsi: PT CGN Selamatkan Dana Pensiun Bank Mandiri III

Pembelian aset PT Tahta Medan milik Dana Pensiun Bank Mandiri (DPBM) III oleh PT Cipta Graha Nusantara (CGN) sangat menguntungkan DPBM III dan memenuhi seluruh prosedur formal. Pembelian itu bisa dikatakan telah menyelamatkan DPBM III dari kerugian yang dialami sejak 1979.

Ketua DPBM III Imanadi mengatakan hal itu selaku saksi pada sidang lanjutan Korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa mantan Direksi Bank Mandiri ECW Neloe, I Wayan Pugeg, dan Sholeh Tasripan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.

Imanadi mengemukakan, terjualnya saham DPBM III di PT Tahta Medan sebesar 66,3% kepada PT CGN telah memberikan arti yang sangat besar bagi DPBM III. ''PT CGN telah menjadi penyelamat DPBM III dari kerugian karena selama ini mengelola aset yang pada tahun akhir 2001 ekuitasnya telah mencapai minus Rp121 miliar lebih. Keadaan ini terus memburuk pada 2002 yang mencapai Rp190 miliar,'' katanya.

Sejak 2000, pihaknya sudah mengajukan izin kepada Direksi Bank Mandiri sebagai pendiri DPBM III untuk menjual aset tersebut. ''Rencana ini baru terealisasi ketika PT CGN membeli saham ini senilai Rp21,6 miliar pada Desember 2003. Dari jumlah ini sudah dibayarkan sebesar Rp18 miliar dan sisanya seharusnya dilunasi bulan November 2004,'' paparnya. Sidang dilanjutkan Selasa (27/11).

Sementara di Medan sejumlah akademisi dan praktisi bidang hukum hadir dalam diskusi terbuka dengan tema Bedah kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam persetujuan pemberian kredit Bridging Loan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk kepada PT CGN.

Dalam diskusi tersebut, Legal Consultan dan Guru Besar Universitas Sumatra Utara (USU) Prof Ediwarman menyatakan tindakan yang dilakukan direksi Bank Mandiri belum bisa dikatakan perbuatan pidana, melainkan perdata karena akibat dari perbuatan itu tidak ada yang dirugikan. Dalam praktik perbankan hal tersebut bisa saja dan bukan mark up, serta tidak dapat dikualifikasi dalam tindakan pidana korupsi karena tidak ada unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara. Kasus ini masuk dalam lingkup perdata karena persetujuan pemberian kredit bukan merupakan kesalahan hukum, tetapi merupakan kebijakan yang diambil, ujarnya. (Ant/YN/KN/J-2).

Sumber: Media Indonesia, 25 November 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan