Setya Novanto Harus Mundur dari Ketua DPR
Penetapan status tersangka atas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto (SN) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin malam (17/7) seakan menghentak publik. KPK lagi-lagi menetapkan pemimpin lembaga tinggi negara menjadi tersangka korupsi. Langkah KPK mentersangkakan Setya Novanto dianggap langkah berani di tengah upaya DPR yang sedang menggulirkan Hak Angket terhadap lembaga anti rasuah kasus itu.
Bila menilik hasil pemeriksaan dan fakta-fakta sidang KTP-el yang digelar sejak maret lalu dengan terdakwa Sugiharto dan Irman, terungkap bahwa kesaksian berbagai pihak dalam persidangan berulang kali mengungkap keterlibatan SN. Ketua Umum Partai Golongan Karya ini disebut mengendalikan anggaran proyek E-KTP bersama Anas Urbaningrum yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Keterangan Sugiharto dan Irman juga menjelaskan jika SN mengambil peran aktif dalam mengatur proyek lewat berbagai pertemuan dengan pelaksana proyek dan pejabat Kementerian Dalam Negeri. Sementara saksi M Nazaruddin menyebut penyerahan uang kepada sejumlah anggota DPR dilakukan di ruang kerja SN. Bahkan keponakan SN Irvanto selaku Direktur PT Murakabi, memimpin konsorsium perusahaan peserta tender pengadaan E-KTP. Sehingga wajar bila akhirnya KPK menetapkan SN sebagai tersangka.
Setya Novanto memiliki catatan panjang dalam berbagai skandal. Sebelum ditetapkan tersangka kasus KTP-el, dirinya pernah didesak mundur sebagai Ketua DPR setelah diadukan ke Mahkamah Kehormatan dalam skandal "Papa Minta Saham" ke PT Freeport Indonesia. Pada tahun 2012, juga pernah diperiksa oleh KPK terkait proyek pembangunan sarana dan prasarana PON Riau dengan tersangka Gubernur Rusli Zainal.
Pada tahun 2006, SN diperiksa oleh KPK dalam perkara impor beras ilegal dari Vietnam dengan kerugian pajak sebesar Rp 122 milyar. Pada tahun yang sama, juga disebut terlibat impor limbah beracun dari Singapura di Pulau Galang, Batam. SN juga lolos dari kasus pengalihan piutang Bank Bali pada 1999 setelah mendapat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari kejaksaan pada tahun 2013.
Kini, untuk pertama kalinya SN ditetapkan sebagai tersangka pidana korupsi karena dianggap memperkaya diri dan menyalahgunakan wewenang. Untuk mencegah konflik kepentingan dan demi menyelamatkan citra DPR sebagai wakil rakyat, SN mesti segera mengundurkan diri dari posisinya sebagai Ketua DPR. Di sisi lain, KPK juga perlu mengambil tindakan yang lebih tegas dengan melakukan penahanan terhadap SN untuk menghindari upaya politik yang dapat mengganggu proses hukum yang tengah berjalan. (Kes/Agus)