Setjen MPR Diduga 'Mark-up' Akomodasi DPD

Sekretariat Jenderal MPR diduga melakukan mark up dalam pengadaan akomodasi apartemen bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam sidang DPD 2004, sebesar Rp606.429.777.

Dugaan mark up itu dilaporkan oleh Koalisi LSM untuk Parlemen Bersih dan Efektif (Komplek) kepada Wakil Ketua DPD La Ode Ida, di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Koalisi LSM Komplek itu terdiri atas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Indonesia Procurement Watch (IPW).

Kami meminta DPD memanggil Setjen MPR dalam rangka mendapatkan penjelasan berkaitan dengan adanya indikasi kerugian negara dalam pengadaan apartemen itu, kata Direktur Investigasi dan Advokasi IPW Hayie Muhammad, saat bertemu dengan La Ode Ida.

Berdasarkan catatan Media, Setjen MPR menyewa Mercure Hotel & Residences, Slipi, Jakarta, untuk penginapan anggota DPD dari 21 Oktober sampai 31 Desember 2004 dalam masa sidang DPD 2004, karena tidak ada rumah dinas.

Jumlah kamar yang disewa sebanyak 118 kamar dengan tipe yang berbeda-beda, selama 2 bulan 10 hari. Nilai kontrak untuk sewa kamar yang disepakati antara Mercure Hotel & Residences dengan Setjen MPR sebesar Rp4.624.429.777. Nilai kontrak itu merupakan harga kamar di atas harga pasar. Ini sangat aneh. Menyewa kamar dalam jumlah banyak, tetapi harganya lebih tinggi, tegas Hayie.

Tipe kamar 2A disewa sebanyak 31 kamar. Harga perkiraan sendiri (HPS) yang dibuat oleh Setjen MPR Rp13.065.990 per bulan, sedangkan daftar harga Mercure Hotel untuk tipe 2A perbulan Rp11,5 juta. Dengan demikian terdapat selisih harga Rp1.565.990 per bulan.

Indikasi mark up sewa kamar juga terjadi untuk kamar tipe 2B, 2C, 3A, dan 3B. Berdasarkan perhitungan LSM Komplek, untuk kamar tipe 2B terdapat selisih harga sebesar Rp2.251.269 per bulan, kamar tipe 2C selisih harganya Rp2.251.269, kamar tipe 3A selisihnya Rp2.718.274 dan kamar tipe 3B selisihnya Rp3.835.025.

Mark up per bulan untuk semua tipe kamar yang disewa Rp259.898.476, sedangkan total mark up atau selisih harga untuk masa 2 bulan 10 hari menjadi Rp606.429.777, jelas Hayie.

Kejanggalan yang ditemukan Komplek dalam pengadaan akomodasi apartemen anggota DPD adalah adanya dua kontrak yang dikeluarkan oleh dua institusi berbeda, yakni Setjen MPR dan Mercure Hotel & Residences. Pada kontrak yang dikeluarkan Setjen MPR tidak mencantumkan rincian pembayaran apartemen, sedangkan pada kontrak yang dikeluarkan Mercure Hotel terlihat rincian nilai kontrak.

Dalam surat kontrak yang dikeluarkan Setjen MPR, harga yang dicantumkan meliputi Tax KPN (Pajak Kantor Perbendaharaan Negara) sebesar 12%. Padahal, berdasarkan montlhy room rate yang dikeluarkan Mercure Hotel, harga kamar sudah termasuk pajak pemerintah sebesar 21%. Dengan demikian, pajak yang dikenakan KPN (12%) dengan total Rp483.463.110, tidak memiliki dasar hukum dan berindikasi merugikan keuangan negara, tegas Hayie.

Jika mengaju pada room rate Mercure Hotel & Residences dan dibandingkan dengan HPS yang ditetapkan Panitia Pengadaan Setjen MPR, seharusnya negara dapat menghemat anggaran melalui Setjen MPR itu sebesar Rp1.126.763.110.

Menanggapi laporan dari koalisi LSM ini, Wakil Ketua DPD La Ode Ida berjanji akan menyurati Komisi III DPR untuk mengklarifikasi temuan mark up itu. Komisi III DPR adalah komisi yang bertugas mengawasi anggaran yang digunakan oleh Setjen MPR. Saat ini, Sekretariat MPR dan DPD masih dirangkap oleh Setjen MPR.

Kami segera berkoordinasi dengan Komisi III untuk menindaklanjuti laporan dugaan mark up ini,tegas La Ode Ida. Selain itu, La Ode berharap, Badan Pemeriksa Keuangan proaktif menindaklanjuti temuan koalisi LSM ini. (Ril/P-4)

Sumber: Media Indonesia, 24 Feberuari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan