Setjen MPR Bantah 'Mark Up' Dana Akomodasi Anggota DPD

Sekretariat Jenderal (Setjen) MPR membantah telah melakukan penggelembungan (mark up) dana pengadaan akomodasi apartemen bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

''Tidak ada mark up dalam urusan itu. Apa yang dikemukakan di media massa itu hanya karena cara pandang yang berbeda,'' kata Wakil Sekjen MPR Addie Siregar kepada Media di Jakarta, kemarin.

Eddie mengemukakan itu menanggapi temuan Koalisi LSM untuk Parlemen Bersih dan Efektif (Komplek) yang disampaikan kepada Wakil Ketua DPD La Ode Ida, Rabu (23/2), bahwa telah terjadi mark up dana akomodasi DPD sebesar Rp606.429.777.

Menurut Eddie, tuduhan Komplek itu tidak benar, karena lembaga itu menghitung tarif kamar di Apartemen Mercure berdasarkan kontrak lebih dari empat bulan, sedangkan perhitungan yang dilakukan Setjen MPR untuk para anggota DPD adalah dengan cara bulanan.

''Mereka hitung tarif berdasarkan kontrak di atas empat bulan, sementara kita bayarnya tiap bulan. Jadi jelas beda. Kalau empat bulanan pasti lebih murah dibandingkan bayar bulanan,'' ungkap Eddie.

Ditanya mengapa harus bayar bulanan, padahal sudah tahu kalau para anggota DPR akan menginap di Mercure lebih dari dua bulan, Addie mengatakan karena dana dari negara juga cair bulanan.

''Kita dapat dari kas negara bulanan. Jadi, kita juga bayar bulanan. Kalau dana akomodasi untuk dua bulan itu kita dapat sekaligus, tentu kita akan bayar sekaligus agar lebih murah,'' ujarnya.

Menurut catatan Media, Setjen MPR menyewa Apartemen Mercure di kawasan Grogol, Jakarta Barat, untuk para anggota DPD sejak 1 Oktober hingga 31 Desember 2004, karena para anggota legislatif wakil dari daerah-daerah itu belum memiliki tempat tinggal di Jakarta.

Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan siap mengaudit temuan Komplek tersebut, asalkan ada permintaan resmi dari pimpinan DPD. ''BPK baru bisa menindaklanjuti apabila ada laporan resmi, karena tidak mungkin BPK menindaklanjuti informasi yang diperoleh dari pinggir jalan,'' kata anggota BPK Baharuddin Aritonang.

Dalam kaitan itu, mantan anggota DPR dari F-PG itu meminta pimpinan DPD yang telah memiliki data lengkap mengenai dugaan penyelewengan dana negara itu, tidak hanya berbicara di media massa tetapi memberikan laporan ke BPK. (Hil/P-5)

Sumber: Media Indonesia, 26 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan