Setelah Jaksa Terbaik Itu Tertangkap Basah Menerima Suap Rp 6 Miliar

Mantan Bawahan Terharu Lihat Urip Dikeler Polisi
Penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan karena menerima suap Rp 6 miliar membuat shock keluarga dan mengagetkan teman-temannya seprofesi di Bali. Gara-gara berita itu, sang istri harus pulang lebih cepat ke rumah dan tak mau diwawancarai. Bagaimana kiprah Urip selama di Pulau Dewata itu?

Meski Urip bertugas di Jakarta, keluarganya tetap tinggal di Bali. Istrinya, Ny Rita Darmayanti, saat ini tercatat sebagai jaksa yang berdinas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar.

Hari ini dia sempat ngantor, tapi pulang lebih cepat, kata salah seorang teman sekantor Rita di Kejari Gianyar kepada Radar Bali (Grup Jawa Pos). Ketika ditanya alamat rumah Rita, dia enggan memberi tahu.

Dari hasil penelusuran Radar Bali, akhirnya diketahui pasangan Urip-Rita tinggal di kawasan Renon, tepatnya di Jl Tukad Batanghari XI, Denpasar, Bali.

Harga tanah di kawasan itu Rp 1 juta - Rp 1,5 juta per meter persegi. Rumah Urip berukuran 20 m x 10 m dan berlantai dua. Pagar dibuat bergaya Bali, lengkap dengan ukirannya.

Ketika Radar Bali datang ke rumah itu sekitar pukul 15.30 Wita kemarin (3/3), tampak tiga pemuda berada di teras. Dua orang memoles tembok depan dengan cat krem. Seorang lagi bertugas sebagai penjaga rumah.

Awalnya, ketika ditanya apakah nyonya rumah (Ny Rita) ada, si penjaga menganggukkan kepala. Dia mengatakan bahwa majikannya berada di dalam. Keberadaan Rita diperkuat dengan mobil Honda Civic keluaran 2003, warna silver bernopol DK 440 MT yang sore itu diparkir di halaman. Menurut keterangan tetangga dan juga teman Rita di Kejari Gianyar, sehari-hari mobil itu digunakan ke kantor oleh Rita. Disebutkan pula, selain Honda Civic, keluarga Urip punya dua mobil lagi, masing-masing Jeep Grand Cherokee dan Hardtop.

Namun, ketika penjaga tahu bahwa yang datang ke rumah majikannya adalah wartawan, dia berubah sikap. Mendadak dia gugup dan meralat ucapannya. Maaf, ibu belum pulang dinas, katanya ketus. Padahal, sebelumnya dia mengatakan, majikannya ada di rumah.

Menurut keterangan beberapa tetangga Urip, Rita terlihat masuk rumah sekitar pukul 12.00 waktu setempat. Biasanya, dia pulang sekitar jam 4. Bahkan, jam 5 sore baru pulang. Tapi, ini tadi jam 12 sudah datang, kata salah seorang tetangga dekat keluarga Urip.

Rita pulang lebih cepat karena kasus suaminya? Si tetangga tadi tidak tahu pasti. Teman Rita satu kantor menceritakan, wajah istri Urip itu tak terlihat sedih saat ngantor. Tapi, dia mendadak menjadi pendiam dan terkesan menghindar dari teman-teman. Saya rasa dia sangat terpukul dengan berita di koran dan TV tentang suaminya, ceritanya.

Menurut A.A. Gede Raka, warga yang rumahnya berhadapan dengan rumah Urip, sebagai tetangga dia biasa bertegur sapa dengan Rita dan suaminya. Terakhir saya bertemu Pak Urip sekitar dua minggu lalu, kata Raka, yang asal Pejeng, Gianyar.

Sebelum bertugas di Jakarta, Urip memang berdinas di Bali. Menurut beberapa sumber, karir Urip di Pulau Dewata tergolong moncer. Setelah menjadi salah satu JPU (jaksa penuntut umum) dalam sidang kasus bom Bali I, dia dipromosikan sebagai Kasi Pidum Kejari Kota Tanjungpriok, Jakarta.

Setelah itu, dia dipercaya menjadi kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Klungkung. Jabatan Kajari Klungkung hanya dipangku kurang lebih tiga tahun. Selanjutnya, dia mendapat promosi ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI sebagai salah satu Kasubdit, hingga akhirnya ditunjuk sebagai koordinator jaksa penyelidik kasus BLBI (bantuan likuiditas Bank Indonesia).

Jabatan terakhir ini yang membuat Urip tersandung kasus suap. Kabar itu membuat teman-temannya di Kejari Klungkung terkejut.

Kami tak menyangka, ini bisa menimpa Pak Urip, kata Kajari Klungkung Rorogo Zega SH, yang menggantikan posisi Urip.

Zega mengaku bertemu Urip terakhir kali pada 18 Desember 2007, ketika melayat ke rumah almarhum I Wayan Pasek Suarta, mantan Kajati Bali di rumahnya di Banjar Kemoning, Klungkung. Selain itu, beberapa waktu sebelum kejadian, Zega mengaku sempat berkomunikasi melalui telepon. Tetapi tidak dijelaskan dia berbicara masalah apa.

Kemarin sekitar pukul 12.00 Wita, di Kantor Kejari Klungkung terdapat pemandangan menarik. Hampir semua pegawai berkumpul di ruang tata usaha (TU) kantor itu. Mereka ternyata tengah menonton berita siang di sebuah stasiun televisi swasta yang mem-blowup seputar penangkapan Urip.

Di antara pegawai perempuan yang menyaksikan layar televisi itu, ada yang menitikkan air mata. Kami kasihan, mantan pemimpin kami dikeler polisi seperti penjahat. Kedua tangannya diborgol, kata salah seorang pegawai, yang mengaku mantan bawahan Urip.

Urip, pria asal Sragen, Jawa Tengah, meninggalkan Klungkung sekitar delapan bulan lalu. Jabatannya berakhir 22 Juni 2007.

Ketika masih menjadi Kajari Klungkung, Urip sempat berpolemik dengan pemkab setempat. Pemicunya, pihak kejari tidak kunjung hengkang dari kantor lama di Jalan Untung Suropati. Padahal, tempat itu bakal dijadikan proyek penataan Lapangan Puputan Klungkung.

Saat itu Urip kukuh tak mau pindah dengan alasan masih menunggu perintah dari Jaksa Agung.

Selama dua tahun lebih menjadi Kajari Klungkung, sejumlah kasus menarik ditangani Urip. Misalnya, dugaan markup pengadaan kapal oleh Dinas PPK dan kasus korupsi APBD dengan terdakwa mantan Ketua DPRD I Wayan Sutena SH.

Penanganan kasus pengadaan kapal penangkap ikan dengan nilai kerugian Rp 3,7 miliar berjalan tersendat-sendat. Bahkan, pengusutannya sempat macet di era Urip. Baru di era Kajari Klungkung Rorogo Zega, kasus itu ditindaklanjuti meski saat ini kemajuannya belum signifikan.

Di mata wartawan, Urip termasuk pejabat yang tidak pelit informasi. Pria 42 tahun itu mudah dikonfirmasi melalui HP-nya.

Yang tak pernah dilupakan Radar Bali, dia pernah berjanji menyeret seluruh mantan anggota DPRD Klungkung periode 1999-2004 ke meja hijau. Namun, janjinya belum terbukti sampai sekarang karena Urip keburu mendapat promosi jabatan ke Kejagung. Mungkin, janji itu tak akan pernah dia wujudkan karena justru dia sendiri yang bakal diiseret ke meja hijau.(kum)

M. RIDWAN-M. ASTRA, Denpasar

Sumber: Jawa Pos, 4 Maret 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan