Setelah Aulia Cs Divonis, KPK Dalami Keterlibatan Anwar Nasution
Skandal Korupsi Bank Indonesia
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mau mendiamkan begitu saja semua fakta hukum yang muncul saat sidang mantan Deputi Gubernur BI Aulia Pohan cs Rabu lalu. Pasca dijatuhkannya putusan 4,5 tahun penjara kepada besan presiden itu, KPK melakukan penyelidikan baru.
Seperti biasa, KPK tidak mengungkapkan penyelidikan apa yang tengah dimulai. Namun, langkah itu menjadi pertaruhan apakah lokomotif penanganan skandal Rp 100 miliar berpuncak di Aulia cs ataukah masih bergerak. ''Semua amat bergantung kepada hasil penyelidikan yang kami lakukan,'' kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto kemarin.
Dia menambahkan, setelah mengumpulkan sejumlah fakta, pimpinan akan mengevaluasi. ''Langkah lanjutnya akan kami tentukan kemudian,'' terang mantan Kapolda Kaltim itu.
Pasca putusan terhadap Aulia cs itu, KPK memang masih memiliki setumpuk pekerjaan rumah. Salah satu di antaranya, mencari alat bukti keterlibatan mantan anggota Dewan Gubernur BI Anwar Nasution dalam rapat dewan gubernur (RDG) 22 Juli 2003. Pria yang kini menjabat ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu disebut-sebut turut menyetujui penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) Rp 100 miliar.
Tuntutan jaksa saat menyidangkan Aulia menyebutkan bahwa Anwar turut mewujudkan perbuatan pidana. Namun, tindak lanjut KPK terkesan lamban. Hingga kini, lembaga superbody itu menyatakan sebatas mempelajari keterlibatan Anwar.
Soal pekerjaan lain, KPK masih harus mengejar aliran dana BI kepada lima mantan pejabat BI yang tersangkut kasus hukum. Di antaranya, Soedradjad Djiwandono, Hendro Budiyanto, Iwan R. Prawiranata, dan Paul Sutopo. Dana yang mengalir ke mereka Rp 68,5 miliar. Namun, hingga kini tindak lanjutnya masih kabur.
Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah pernah menyatakan bahwa tindak lanjut menagih uang para mantan pejabat bank sentral amat bergantung kepada putusan kasasi yang diajukan Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu, dua anggota DPR penerima aliran dana BI di Mahkamah Agung (MA). ''Alasan hukumnya di sana, kami tunggu kasasi,'' kata Chandra kala itu.
Di luar itu, KPK masih memikul tanggung jawab menuntaskan para anggota DPR penerima dana YPPI. Aliran ke wakil rakyat saat itu Rp 31,5 miliar. Hingga kini, baru dua orang yang dihadapkan ke persidangan. Yaitu, Hamka Yandhu dan Antony Zeidra Abidin.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyangsikan langkah yang diambil KPK pasca putusan Aulia cs tersebut. ''Saya tidak yakin 100 persen bakal ada tindak lanjut. Seharusnya pasca putusan itu, komisi harus menetapkan tersangka baru,'' ungkapnya.
Menurut dia, pencarian alat bukti tersangka baru bisa dilakukan saat persidangan Aulia cs bergulir. ''Kalau sekarang dilakukan, semua sudah terlambat,'' tambahnya.
Emerson menerangkan bahwa dana Rp 68,5 miliar yang mengalir ke mantan pejabat BI itu harus segera ditelusuri. "Meski belakangan menjadi akta pengakuan utang, kasus korupsi itu mengindikasikan ada iktikad tidak baik dalam aliran dana tersebut,'' urainya.
SBY Masih Bungkam
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono belum memberikan respons terkait vonis 4,5 tahun penjara yang diterima besannya, Aulia Pohan. Tidak hanya SBY, orang-orang dekat SBY juga memilih tutup mulut ketika dimintai komentar oleh wartawan.
Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng sejak Selasa (17/6) juga melakukan gerakan tutup mulut. Kemarin, saat dicegat wartawan di kompleks Istana Negara, Andi juga tak memberikan jawaban. Dia hanya menghela napas panjang sambil mengangkat kedua bahu. Namun, wartawan terus bertanya mengapa SBY dan Andi bersikap diam. ''Silakan disimpulkan sendiri,'' ujar Andi.
Bagi SBY, masalah Aulia Pohan memang cukup sensitif. SBY pernah berkomentar saat Aulia Pohan ditetapkan menjadi tersangka pada 29 Oktober 2008. Saat itu SBY menyatakan bersedih. ''Mendengar semua ini tentu saya secara pribadi, sebagai Soesilo Bambang Yudhoyono, terus terang dan jujur, bersedih. Saya harus menenangkan keluarga besar besan saya, Pak Aulia Pohan, anak menantu saya, anak saya, untuk menghadapi semua ini agar tetap tawakal dan tabah, sambil memohon ke hadirat Allah SWT agar yang datang adalah keadilan yang sejati,'' kata SBY saat itu.
SBY saat itu juga mengatakan bahwa hukum dan keadilan harus ditegakkan. ''Kalau Pak Aulia Pohan bersama-sama yang lain dianggap melakukan kesalahan di dalam konteks ini, tentu proses hukum ditegakkan. Saya tidak boleh mengintervensi. Saya tidak boleh mencampuri semangat kita semua,'' tegas SBY.
Itu merupakan pernyataan terakhir SBY soal Aulia. Saat Aulia ditahan yang pertama pada 27 November 2008, SBY memilih diam. Bahkan, saat acara menanam pohon di Cibinong keesokan harinya (28/11), Jawa Pos sempat menanyakan komentar SBY soal penahanan Aulia. Tapi, bukan jawaban SBY yang didapat, justru hardikan kasar dari anggota Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden). (git/tom/iro)
Sumber: Jawa Pos, 19 Juni 2009