Setahun Kabinet Kerja Jokowi, Penegakan Hukum dan Korupsi Masih Terbengkalai

Jakarta, antikorupsi.org (19/10/2015) – Setahun usia kabinet kerja Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla dinilai masih sangat rendah kinerjanya. Terlebih dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Penilaian tersebut dilontarkan pakar hukum tata negara M. Ali Safa’at. Menurutnya rendahnya kinerja kabinet kerja Jokowi-JK, terutama di bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi bisa dilihat terhadap dua indikator.

Pertama, tidak adanya perencanaan aturan hukum dan agenda yang jelas yang dilakukan oleh presiden terkait penyusunan perundang-undangan (legislasi). Terkesan hanya melanjutkan pembahasan UU yang telah diusulkan sebelumnya.

“Terkesan tidak ada prioritas mana yang didahulukan dan mana yang bisa ditunda dahulu. Contohnya, seperti melanjutkan rancangan UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” Kata Ali saat dihubungi antikorupsi.org, Senin (19/10/2015).

Kedua, ada beberapa kasus yang menunjukan lemahnya pemerintahan Joko Widodo untuk dapat mengkoordinasi aparat penegak hukum (aph) yang ada di bawahnya (kepolisian dan kejaksaan).

Hal ini bisa dilihat pada kasus KPK yang lalu, bagaimana kasus mantan Komisioner KPK Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW). Serta subkoordinasi kepada mantan Kabareskrim Budi Waseso.

“Ini menunjukan kelemahan Presiden Joko Widodo karena belum mampu menempatkan diri sebagai presiden pilihan rakyat,” tegasnya.

Perihal ketidakseriusan pemerintahan Jokowi juga dilontarkan mantan penasehat KPK, Abbdullah Hehamahua. Menurutnya, penunjukan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai calon Kapolri tunggal telah menunjukan sikap tidak serius. Karena BG telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK namun Jokowi tetap membiarkan BG diangkat sebagai Wakapolri.

“Pemerintahan Jokowi sama saja merestui jabatan petinggi polri diisi orang yang korupsi,” ujarnya. Bukan hanya itu, Presiden Jokowi hanya mampu menunda pembahasan revisi UU KPK dan mengeluarkan revisi UU KPK dari prolegnas 2015.


Perkuat Peran Aparat Penegak Hukum

Ali Safa’at kembali menegaskan, Presiden Jokowi harus mampu memetakan aktor-aktor yang memiliki peran strategis dalam agenda pemberantasan korupsi. Utamanya pada kepolisian dan kejaksaan yang kendali penuhnya ada pada presiden. Sedangkan KPK, presiden seharusnya tidak mengganggu kerja-kerja KPK, baik politisi maupun aparat penegak hukum lainnya.

“Instruksikan kepada semua aparat pemerintah kalau mau benar-benar bersih dan kooperatif agar mau bekerjasama dengan KPK. Baik dari sisi penyediaan sumberdaya maupun membuka akses dalam menunjang kinerja KPK.” jelasnya. (Ayu-Abid)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan