Setahun DPR, Tong Kosong Nyaring Bunyinya

Jakarta, antikorupsi.org – Genap satu tahun sudah usia DPR RI periode 2014-2019. Prestasi yang diukir hanya mampu menyelesaikan dua Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas prolegnas 2015, dari 38 RUU yang harus diselesaikan. Yaitu UU Pilkada dan UU Pemerintah daerah (Pemda) serta satu UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) yang dibahas 2014. Hal ini tidak sebanding dengan anggaran untuk menunjang fungsi legislasi yang telah dianggarkan sebesar Rp 246 miliar.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyatakan, beberapa fungsi yang dimiliki DPR yaitu pengawasan, legislasi dan anggaran  hanya membuahkan polemik dan kontroversi. Sebut saja misalnya UU Pilkada dan Pemda yang dihasilkan DPR hanya penuh dengan kepentingan elit parpol.

“Sejak awal dilantik sampai satu tahun masa kerja tidak ada hasil maksimal yang ditunjukan kepada rakyat. Ini terbukti dari UU yang disahkan hanya dua, itupun penuh dengan kepentingan seperti UU Pilkada yang saat dibahas terjadi tarik ulur antara mekanisme langsung dan tidak langsung,” keluh Donal dalam diskusi bertajuk “Catatan 1 Tahun Kinerja DPR RI dan Peluncuran Website rekamjejak.net,” di Kantor ICW, Jakarta Selatan.

Donal menjelaskan beberapa kontroversi lain yang dibuat DPR adalah berebut alat kelengkapan DPR dan membuat DPR tandingan sewaktu awal-awal anggota DPR dilantik. Rencana pembangunan tujuh proyek DPR dengan anggaran sebesar Rp 2,7 triliun. Belum beberapa lama ini DPR mengusulan dana aspirasi Rp 20 miliar untuk setiap anggota DPR setiap tahunnya. Serta membiarkan terjadinya kriminalisasi terhadap KPK, Komisioner Komisi Yudisial (KY) dan masyarakat sipil yang mendukung gerakan antikorupsi.

Dari berbagai fungsi yang dimiliki DPR menurutnya, lemahnya fungsi legislasi DPR dimulai sejak konflik anggota DPR dan lemahnya kapasitas anggota DPR. Hal ini terbukti dengan ngototnya DPR akan merevisi UU KPK yang satu persatu fungsi KPK akan dimutilasi.

“Masih jauh dari target dan fungsi legislasi sebenarnya. DPR masih punya pekerjaan rumah sebanyak 36 RUU yang harus diselesaikan,” kata Donal.

Selain itu, setiap anggota DPR periode 2014-2019 telah dibekali dua staf anggota DPR dan lima staf ahli. Hal ini berbeda dengan anggota DPR 2009-2014 dimana jumlah staf lebih sedikit, yang seharusnya kinerja yang dihasilkan jauh lebih baik.

Dari segi pengawasan, lanjutnya, fungsi yang dilakukan masih cendrung parsial dan tebang pilih. Hal ini terbukti dari ketatnya DPR mengawasi KPK, kriminalisasi komisioner KPK dan KY namun mengabai fungsinya dalam mengawasi kinerja kepolisian dan kejaksaan.

Sedangkan dari segi penganggaran, DPR cenderung menjadikan pemerintah sebagai ‘alat’ dalam meloloskan proyek-proyek besar. Seperti pembangunan mega proyek Rp 27 triliun, usulan dana aspirasi, kenaikan tunjangan, serta berbagai peningkatan fasilitas.

“Fungsi penganggaran yang dilakukan DPR lebih banyak menguntungkan kepentingan sendiri. Anggarannya pun naik dari Rp 1,7 triliun tahun 2010 menjadi Rp 5,1 triliun tahun 2015,” tegasnya.

Ditemui di tempat yang sama, Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti berpendapat, fungsi legislasi tidak dijalankan oleh DPR. Selama kasus kebakaran hutan terjadi di berbagai daerah tidak sekalipun DPR berbicara asap. DPR juga tidak mengkritisi kinerja kepolisian yang katanya telah mengantongi nama-nama pembakar hutan. Dalam hal ini jelas tidak ada upaya serius yang dilakukan DPR

“Rakyat sudah teriak sana sini dan Jokowi belum ada upaya serius. Mana tugas legislasi DPR, ini masih jauh dari harapan,” tegasnya.

Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam, mengatakan, seharusnya kebijakan politik anggaran mengarah kepada memaksimalkan kesejahteraan rakyat melalui UU. Namun DPR belum memainkan perannya dalam meminimalisir permasalahan budgeting negara.

Menurut Roy, jika diperhatikan anggaran negara lebih banyak tersedot untuk kepentingan belanja pegawai. Hal ini mengakibatkan minimnya dampak pembangun yang langsung dirasakan masyarakat.

“Seharusnya DPR bisa mengkoreksi kenapa belanja negara lebih banyak ke pegawai. Bukan malah menuntut minta naik gaji,” kata Roy. (Ayu-Abid)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan