”Serangan” Busyro-Mahfud dan Peta Politik 2014
NAMA Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi M Busyro Muqoddas belakangan ini menjadi perhatian publik. Busyro dalam pidato budayanya di Taman Ismail Marzuki beberapa waktu lalu melontarkan pernyataan berisi kritik terhadap penyelenggara negara yang hedonis.
Hedonisme begitu nampak dari kekayaan yang mereka pamerkan kepada publik yang sebagian masih mengalami kemiskinan. Kondisi itu merupakan sesuatu yang ironis, karena penyelenggara negara yang seharusnya menjadi panutan publik mempraktikkan hal yang hedonis dan seolah acuh terhadap kondisi riil masyarakat.
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan (Franz Magnis-Suseno, 1987, Etika Dasar; Masalah-masalah pokok Filsafat Moral, halaman 114). Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia (Lorens Bagus, 2000, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. Hlm 282)
Kata hedonisme diambil dari Bahasa Yunani, hedone, artinya kesenangan. Paham ini berusaha menjelaskan, adalah baik apa yang memuaskan keinginan manusia dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan itu sendiri.
Walaupun Busyro mengaku kritik tentang gaya hidup yang hedonis itu bukan semata-mata ditujukan kepada DPR, tak pelak berbagai reaksi muncul dari parlemen. Tak lama setelah para anggota DPR kebakaran jenggot karena pernyataan Busyro, Mahfud MD mengeluarkan pernyataan tentang jual beli pasal dalam proses pembahasan RUU.
Sama halnya dengan Busyro, Mahfud pun menuai berbagai kecaman. Ada yang menuding Mahfud mencari sensasi untuk kepentingan 2014, ada yang meminta mantan Menteri Pertahanan pada kabinet Presiden Abdurrahman Wahid tersebut membuktikan pernyataannya. Bahkan ada juga yang menantang Mahfud melapor ke KPK jika tudingannya benar.
Dengan tenang, Mahfud mengatakan bahwa apa yang dikatakannya bersifat ilmiah, sehingga dirinya tidak perlu melapor ke KPK. Ia mempersilakan publik menilai apa yang dikatakannya tersebut. Menurut dia, publik, walaupun sulit membuktikan, karena permainan yang rapi, sudah paham akan adanya praktik yang menggunakan kekuatan politik untuk menukar kewenangan yang dimilikinya dengan imbalan tertentu. Indikasinya ada, yaitu banyaknya UU yang akhirnya mengecewakan publik dan mendorong publik melakukan uji materi atau judicial review atas UU tersebut.
UU dinilai tidak lagi berpihak kepada kehendak rakyat banyak, melainkan memihak segelintir golongan yang berkepentingan dan mampu membeli atau memesannya kepada oknum anggota DPR. Jadilah, UU yang berdasarkan pesanan.
Praktik seperti ini diduga kuat terjadi dalam pembahasan pasal-pasal tembakau dalam UU Kesehatan yang beberapa pekan lalu diuji materi di MK. Dugaan jual beli pasal juga terlihat dalam UU MA tentang batas usia maksimal hakim agung yang mencapai 70 tahun. Fungsi legislasi merupakan celah bagi anggota DPR untuk mendatangkan uang, dari fungsi dan kewenangan itulah muncul bisnis yang berujung transaksi terlarang.
Menurut Mahfud, akibat praktik amoral, tak beretika, tidak mempertimbangkan hati nurani, serta tidak profesional tersebut, banyak rakyat yang dibohongi dan dirugikan. Mereka yang seharusnya selalu berpikir dan bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, berubah fungsi menjadi orang-orang yang melakukan segala sesuatunya berdasarkan hal-hal yang bersifat transaksional semata. Pelaku jual beli pasal, kata Mahfud, adalah pelaku korupsi politik.
Baik Busyro maupun Mahfud menyatakan, apa yang dikatakannya bukan untuk melakukan manuver politik, baik untuk kepentingan jangka pendek maupun jangka panjang. Mahfud juga membantah bahwa dirinya sengaja ”janjian” dengan Busyro Muqoddas yang merupakan teman satu almamater dan sama-sama berasal dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta untuk melakukan manuver bersama. Menurut pria asal Madura tersebut, pernyataan dirinya dan Busyro bersifat spontan, tidak direncanakan.
Yang jelas, pernyataan itu berdasarkan keprihatinan atas kondisi bangsa yang diwarnai transaksi yang merendahkan nurani oleh mereka yang mempunyai kekuatan untuk menentukan berbagai aturan main bagi kemaslahatan bangsa ini.
Relatif Bersih
Bila kita analisis, apa yang dilakukan Busyro dan Mahfud merupakan langkah strategis untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Untuk jangka pendek, keduanya adalah tokoh yang relatif bersih.
Dengan tetap memupuk citra sebagai tokoh yang bersih yang peduli serta kritis terhadap berbagai penyimpangan yang terjadi di republik ini, Busyro dan Mahfud akan terus mendapat simpati. Mereka seakan menentang suatu hal yang dianggap biasa terjadi di negeri ini, yaitu bila orang sudah duduk di jabatan, maka dia akan kehilangan kekritisannya, karena takut dicopot dari jabatannya.
Di sisi lain, polah tingkah anggota DPR kini belum membaik juga, sehingga mereka rentan dikritik, diserang, dihujat. Ibarat kata, dengan citra anggota DPR yang masih terpuruk itu, maka semua pihak yang mengkritisi DPR seakan mendapat dukungan, atau mendapat respons positif dari publik.
Bila Mahfud atau Busyro tetap konsisten dengan apa yang dilakukannya saat ini, tidak menutup kemungkinan nama keduanya akan semakin diperhitungkan menjelang 2014. Terlebih lagi pada 2014 belum ada tokoh yang betul-betul dipandang kuat sebagai calon presiden.
Berdasarkan survei-survei, nama Mahfud MD memang mulai diperhitungkan, seperti pada survei yang dilakukan Sugeng Sarjadi Syndicate yang mendudukkan guru besar Fakultas Hukum UII tersebut sebagai calon wakil presiden yang mendapat dukungan tertinggi dari responden untuk mendampingi Letjen (Purn) Prabowo Subianto sebagai capres.
Bila memang Mahfud melakukan manuver untuk itu, dan terbaca oleh lawan politiknya, maka dia pasti akan mendapat serangan balik yang lebih hebat daripada yang dialaminya selama ini. Mungkin juga dia akan menjadi sasaran kampanye hitam (black campaign).
Yang juga harus dipertimbangkan Mahfud adalah partai politik atau gabungan partai politik mana saja yang akan mendukungnya. Selama ini kita tahu bahwa dia meniti karier politiknya melalui Partai Kebangkitan Bangsa.
Persoalan berikutnya adalah bila nantinya Mahfud didukung oleh kekuatan yang parpol yang riil, namun orang-orang parpol itu dirundung masalah, maka dia akan mendapat pilihan sulit. Pilihannya, apakah tetap melawan arus, atau berkompromi namun rusak citranya.
Persoalan mungkin akan sederhana bila Gerindra yang diduga kuat akan mengusung Prabowo menjadi calon presiden, dan parpol-parpol yang sevisi dengannya mendapat suara 20 persen, sehingga akan mudah menduetkan Prabowo dengan Mahfud.
Lalu bagaimana dengan Busyro? Dia bukan berlatarbelakang parpol tertentu, sehingga bisa dengan mudah menerima pinangan. Rentang waktu 2011-2014 masih cukup untuk memoles citra seseorang. Sejauh Busyro bisa membuktikan dirinya konsisten, maka dia bisa menjadi calon alternatif.
Siapa yang bisa bermain cantik di tengah dinamika politik yang makin hari makin memanas inilah yang akan berhasil meraih keuntungan. Apakah Mahfud dan Busyro akan menjadi pihak yang mampu bermain cantik? (Hartono Harimurti-59)
Sumber: Suara Merdeka, 22 November 2011