Seperti Para Koruptor

Siapa yang mau dijuluki koruptor? Untuk orang-orang seperti kita pasti ogah menyandang gelar menjijikkan itu. Gelar yang bisa dianggap najis mugholadoh itu tidak akan bersih jika dibasuh 7 samudra sekalipun. Bahkan kenajisannya mungkin akan menular kepada anak dan cucu kita. Nauzubillah, jangan sampai.
 
Tetapi mengapa gelar itu begitu kotor? Apakah benar sekotor itu? Atau, mungkinkah itu terlalu hiperbola? Toh nyatanya orang orang yang mendapatkan gelar itu masih bisa dipilih menjadi pejabat lagi. Hukuman yang diterima pun seperti pindah kamar tidur. Kamarnya tak kalah mewah dengan yang dimiliki di rumah. Berbagai fasilitas lainnya bisa didapat dengan mudah. Serta dendanya pun lebih kecil dari keuntungan yang didapat.
 
Ya pada akhirnya mereka bisa menikmati kemewahan yang tiada tara. Main ke luar negeri. Belanja sana, belanja sini. Koleksi mobil mobil mewah. Berganti pasangan yang cantik cantik dan bohay dan memakan makanan yang serba mewah. Boleh jadi menjadi koruptor di negeri yang makmur ini sangatlah indah.
 
Tapi apakah benar seindah itu? Tidak! Tidak seindah itu. Ketika daerah Lebak Banten seorang anak SD harus bersekolah melalui jarak yang begitu jauh, melalui berbagai macam rintangan. Seperti lumpur, jalan menanjak dan menurun serta jembatan Indiana Jones yang menantang, berseragam kumal dan tidak bersepatu, anak itu melewatinya satu per satu. Senyum yang meremehkan si anak SD menganggap rintangan itu kurang menantang. Sesampainya di sekolah harus bertaruh nyawa dengan sekolah yang hampir ambruk. Sekali lagi si anak SD itu tak menunjukkan rasa takut, tetap ceria bercanda dengan kawan kawanya. Ketika pulang harus menahan lapar berbagi nasi aking dengan adiknya yang kurus kering. Dan mendapati sang bapak menganggur di teras rumah bersama ibu yang sedang sakit sudah lama tak diobati karena biaya pengobatan terlampau mahal, tapi masih dalam kehangatan keluarga duduk di teras rumah.
 
Apakah seburuk itu nasib si anak sekolah tadi? Tentunya tidak. Anak tadi masih memiliki kehangatan keluarga yang dipenuhi oleh cinta dan ketulusan. Ibunya yang penuh kasih sayang, bapaknya yang pantang menyerah dan adiknya yang selalu rewel. Juga teman-temannya yang hidup dalam kepolosan, tetangga yang saling tolong-menolong. penuh perhatian, dan kerukunan. Tidak mengenal serakah, iri, dengki, dan benci.
 
Mungkin sangat berbeda dengan nasib para koruptor yang harus selalu berpikiran licik mengumpulkan harta kekayaan. Tak pandang saudara sendiri siapapun kamu, akan aku singkirkan demi kekuasaan dan warisan. Berteman tanpa ketulusan hanya mengenal aku dan hartaku. Sebagai pemuas perut dan kelaminku. Yang lainnya adalah sapi perahan.
Mungkin benar kata kawan-kawan Slank, “hidup sederhana tak punya apa-apa tapi banyak cinta. Hidup bermewah-mewahan punya segala tapi sengsara seperti para koruptor”. Jadi mari bersederhana menjadi apa adanya. Saling mencintai dan menyayangi agar kita jauh dari sikap para koruptor.
 
 
Tangerang, 15 Februari 2017
 
 
 
Aan Widya Junianto, Staff Tangerang Public Transparency Watch
 
 
 
 
*Melawan Korupsi Melalui Tulisan*
Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, menulis adalah bekerja untuk keabadian. Tanggal 8 sampai 9 Februari 2017 sepuluh (10) orang anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) dan dua (2) orang Truth Banten mengikuti pelatihan menulis kreatif bersama Bang P Hasudungan Sirait. Dalam pelatihan ini banyak hal yang kami dapatkan. Bagaimana cara menulis dengan cepat, memaksimalkan otak kanan dan menggali sumur ingatan yang ada di kepala kita. Maka, salah satu tindak lanjut dari pelatihan menulis ini, kami membuat tulisan pendek seputar gerakan antikorupsi. Ada dua belas (12) tema yang diambil dan setiap orang akan mendapatkan satu (1) tema. Setiap tulisan akan posting di page ICW setiap minggunya. Semoga tulisan yang kami sajikan akan memberikan manfaat dan sedikit gambaran tentang gerakan antikorupsi. Salam antikorupsi!

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan