Separuh Biaya Pilkada Pemborosan

Banyak terjadi duplikasi anggaran.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan, biaya pemilihan langsung kepala daerah (Pilkada) di Indonesia masih boros dan bisa dihemat hingga 50 persennya. Pernyataan ini mengacu pada hasil penelitian Fitra di tiga provinsi dan 11 kabupaten/kota.

Bila anggaran pemilihan kepala daerah bisa dihemat, menurut Fitra, mahalnya biaya tidak bisa dijadikan alasan untuk menghentikan pemilihan langsung kepala daerah. “Usulan untuk mengembalikan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota ke DPRD tidak relevan,” kata Yuna saat memberi keterangan pers di Jakarta kemarin.

Menurut Yuna, pemborosan terjadi antara lain karena selama ini sering terjadi duplikasi anggaran. Potensi anggaran ganda, misalnya, terjadi pada honor anggota dan biaya operasional Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).

Pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), terdapat pos uang kehormatan untuk anggota KPUD setiap bulan dan belanja operasional kantor KPUD. Pada saat yang sama, pada anggaran pendapatan dan belanja daerah terdapat pos honorarium anggota KPUD selama delapan bulan, honorarium anggota kelompok kerja KPUD selama tiga bulan, dan belanja administrasi kantor KPUD.

Bila pos-pos anggaran ganda itu bisa dihilangkan, menurut Yuna, biaya pemilihan bupati atau wali kota bisa ditekan hingga separuhnya. Di sembilan kabupaten dan kota yang diteliti, Fitra membuat simulasi penghematan honor penyelenggara pemilihan yang bisa mencapai Rp 3-4 miliar.

Karena itu, Fitra meminta pemerintah hanya memakai APBN sebagai satu-satunya sumber biaya pemilihan kepala daerah. Alasannya, selain untuk mencegah duplikasi, penggunaan APBN bisa membawa sejumlah dampak positif bagi pemilihan kepala daerah. Antara lain, itu bisa menghindari konflik kepentingan antarlembaga.

Menurut Yuna, pembiayaan dari APBD membuka peluang bermainnya aktor-aktor penentu dalam pembahasan anggaran daerah. Ada kecenderungan KPUD tersandera karena anggaran bergantung pada persetujuan kepala daerah, yang biasanya mencalonkan diri lagi sebagai kepala daerah. Penggunaan anggaran tunggal dari APBN, “Bisa lebih menjamin independensi KPUD dan Panitia Pengawas,” kata Yuna.

Dengan penggunaan dana APBN, tahapan pemilihan kepala daerah bisa diselaraskan dengan siklus anggaran. Dengan begitu, kata Yuna, keterlambatan pencairan dana pusat yang berakibat pada pengalihan pos anggaran lain, seperti anggaran kesehatan dan pendidikan, tidak terjadi lagi. Amirullah
 
Sumber: Koran Tempo, 8 Desember 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan