Seluruh Kajati Ikrar Antikorupsi

Suara lantang melawan korupsi diteriakkan dari gedung Kejaksaan Agung, kemarin. Seluruh kepala kejaksaan tinggi (Kajati) yang berkumpul untuk memperingati Hari Antikorupsi Internasional berikrar memberantas perbuatan curang yang sudah mendarahdaging di negeri ini.

Sumpah massal memerangi korupsi tersebut digelar di ruang Baharudin Lopa. Selain para petinggi di Kejagung, acara ini dihadiri pimpinan Komisi III DPR RI, perwakilan negara sahabat, pejabat polri, dan aktifis pemberantasan korupsi. Seperti Adnan Buyung Nasution dan Kabareskim Komjen Pol Makbul Padmanagara. Juga dan budayawan Taufik Ismail.

Ikrar antikorupsi itu dibacakan Kajati Jawa Barat Halius Husen. Dia berjanji lebih mengedepankan ketegasan, kejujuran, ketegasan dan transparansi di dalam menegakan supremasi hukum di Indonesia. Dia juga menyatakan, jaksa seluruh Indonesia harus menghidari penyalagunaan wewenang dan siap diberikan sanksi apabila melakukan pelanggaran.

Usai pembacaan ikrar, Taufik Ismail membacakan puisi berjudul Jangan-Jangan Saya Sendiri juga Maling. Taufik mengungkapkan kesedihannya terhadap kondisi bangsa Indonesia yang semakin tenggelam dengan korupsi kolusi dan nepotisme.

Namun, Taufik mengakui bahwa pemerintahan saat ini telah melakukan perubahan yang positif dalam memerangi KKN. Orang-orang sudah tidak ada yang main-main lagi didalam menjalankan proyek. Sekarang, (mereka) menjadi lebih bertanggung jawab, katanya.

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengaku bangga dengan para jaksa anak buahnya itu. Sebab, mereka memiliki inisiatif sendiri mempercepat pemberantasan korupsi dengan pembacaan ikrar antikorupsi itu. Dia yakin ikrar ini dapat memberikan manfaat di dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.Sepanjang yang diikrarkan menjadi pegangan para jaksa dalam menjalankan tugasnya, tegasnya.

Kemarin, juga dilakukan penandatanganan Indikator Kinerja Kajati Seluruh Indonesia. Indikator ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pimpinan Kejaksaan Agung untuk melakukan penilaian terhadap kinerja Kajati sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi. Indikator Kinerja ini merupakan wujud dari Inpres No 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.Semuannya itu dilakukan untuk mewujudkan capaian kinerja tertentu dengan sumber daya tertentu melalui penetapan target kinerja serta indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan pecapaian baik berupa hasil, paparnya.

Indikator kinerja kajati tersebut juga menetapkan jumlah kasus korupsi yang harus ditangani oleh Kajati dan Kajari. Jumlah kasus tersebut berdasarkan hirarkis daerahnya.Misalnya, kalau kota besar seperti Jakarta harus lebih banyak dari pada kota kecil, jelasnya.

Wakil Kejagung Basrief Arief menambahkan, Kajati DKI Jakarta harus menangani minimal lima kasus korupsi dalam setahun, kejagung 8 kasus, satu kasus untuk cabang kejaksaan negeri, dua kasus untuk kejaksaan negeri tipe B, dan tiga kasus untuk Kejaksaan Negeri Tipe A.Itu Minimal, katanya.

Bagaimana dengan jenis kasus? Tidak dibatasi. Bisa berupa illegal logging, DPRD, illegal fishing, dan dana-dana pembangunan yang di markup. Selain itu, indikator kinerja tidak lepas dari jumlah uang pengganti. Makin banyak perkara yang diselesaikan, dan makin banyak uang penganti yang berhasil ditarik, itu berarti lebih sukses, paparnya. (yog)

Sumber: Jawa Pos, 8 Desember 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan